Jumat, 14 Februari 2014

For The Flames Beneath Your Bridge “LXX.VII”, CD (Avenue Road Records, 2010)

Begitu banyak rilisan-rilisan epik dalam negeri yang tidak tertangkap media, bahkan terdengar para pendengar. LXX.VII, adalah salah satu contohnya. Debut album dari chaostic hardcore / mathcore unit asal Jakarta ini sungguh akan membuat para pendengar berfikir dua kali untuk menganggap remeh band yang endorsement clothing line ternama ibu kota yang digandrungi anak muda. Dengan konsep seven deadly sins yang diangkat dari kitab Bible, mengingatkan kita akan dosa-dosa yang kita lakukan setiap hari pada lirik-liriknya. Sounds religious, huh? Who’s give a fuck, this guys crazy!

Diawali dengan lagu pembuka instrumental, “Annex”, yang bertugas untuk menjadi penyapa telinga pendengar. Band ini pun langsung menghantam pendengar dengan teriakan-teriakan Ekrig pada nomor “Luxurious Lust” dan “Gluttony”, melolong layaknya serigala ditengah malah. Dibalut dengan distorsi gitar dan drum yang cukup padat.

“My Pride Is The Greatest” dimulai dengan shredding guitar yang cukup cepat, bersamaan dengan brutalnya pukulan drum Abinara Savatri. Sang vokalis menyanyikan lagu tentang kebanggaan terlalu dipuja-puja. Distorsi gitar pada nomor ini pun memainkan riff-riff ala southern rock pada pertengahan lagu, yang mengingatkan akan Every Time I Die. For your info, lagu ini adalah lagu rename dari Vanity, lagu awal demo mereka yang cukup terkenal. Dan langsung di sambung dengan “Sloth” yang membawa riff yang melodik nan melankolis hingga nuansa kelam diakhir lagu.

Seperti kurang puas akan hasil pada track nomer satu, “Annexed” menjadi interlude pada album ini. Lanjut pada “Avaritia” yang cukup menampilkan sedikit perbedaan dari sebelum-sebelumnya. Banyak clean vocal sing-a-long yang diselipkan pada nomer ini. Dan tak lupa teriakan menggema dengan nada memohon pada detik-detik terakhir.

Dua lagu terakhir menjadi amunisi penghabisan akan serangan teriakan dan distorsi. Seluruh personel mengerahkan seluruh tenaga pada “I Am The Wrath” dan “Envy: The Rottenness of The Bones”. Mengakhiri betapa berhayanya album ini.

Dari segi lirik, Ekrig-lah dalang di balik semua kata-kata yang tertuang pada album ini. Penggemar berat dari Converge dan Thursday berhasil menulis lirik-lirik tepat dengan tema tujuh dosan mematikan tanpa menimbulkan unsur kristiani, bahkan dapat dilihat dari sudut pandang universal layaknya dua band kesayangannya tersebut. Ekrig such a genius man!

Tapi entah kenapa semenjak band ini menetaskan debut album dan bermain di beberapa gig 2011. Namanya sudah tak terdengar lagi. Selain beberapa personelnya yang cukup sibuk (sang vokalis mempunyai toko bisnis CD dan piringan hitam di daerah Kemang), dan juga kurangnya terdengar album mereka ke pendengar luas yang membuat band ini sangat underrated. (Haris Prbw)

For the fans of : Converge, The Chariot, Botch, The Number Twelve Looks Like You.

Artikel Lain:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar