Sebuah grup pop-punk asal Cikini, merilis sebuah EP bertajuk, Don’t Tell Your Mom, I’m Fat pada hari Sabtu (16/1) ini. Band yang dibentuk pada Agustus 2015 ini di gawangi oleh, Dito (bass & vokal), Farhan (gitar & vokal) dan Egi (drum). Setelah menggodok materi sejak 4 bulan yang lalu, 4 lagu yang mereka rekam ini dirilis dalam format kaset oleh label mereka sendiri yakni, Radrace Records.
Salah satu lagu mereka berjudul, “2015, Starter Pack” telah dirilis Desember 2015 lalu. 4 lagu yang terdapat didalam nya lebih berbicara kepada situasi yang mereka alami sendiri. Seperti lagu, “Soyeon is a Punk” adalah sebuah hasil dari fantasi Farhan ketika membayagkan seorang Soyeon adalah seorang punkrock girl. Sedikit sentuhan pop-punk awal 90-an terasa di lagu ini. Berbeda dengan itu, sebuah track hasil curahan tentang wanita dalam kehidupan nyata pun tak luput untuk mereka tulis. Hal itu terasa di track, “Jenny, How Are You Today ?” kita akan merasakan alunan yang berbeda dari lagu sebelumnya.
Selain itu, Fatrace memiliki satu track yang berjudul, “My Friends Join The Stranger” adalah sebuah curahan cemas yang dirasakan ketika beberapa teman memasuki ranah keanehan dan berubah drastis dari kebiasaan sebelumnya. Jika dibandingkan dengan 3 lagu lainnya, track ini memiliki lirik dengan tingkat keseriusan yang tinggi.
Bagi kalian yang mulai penasaran akan EP ini, kalian bisa langsung menghubungi mereka untuk mendapatkan kasetnya. (Pratama)
Tampilkan postingan dengan label reviews. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label reviews. Tampilkan semua postingan
Sabtu, 16 Januari 2016
Selasa, 12 Januari 2016
#review | Lefty Fish "You, Fish!", CD (Hitam Kelam Records, 2015)
Saya berasa norak sekali ketika mendengar musik tipikal seperti ini, apalagi mendapati bahwa You, Fish! milik band lokal, Lefty Fish. Sejujurnya saya jarang sekali bersentuhan dengan tipkal musik yang mana memiliki part tak beraturan, spontan, juga noisy dalam satu kemasan. Tapi setidaknya karena Lefty Fish saya kembali membuka folder komputer dan memutar ulang Naked City, Electric Masada, juga Shinsekai nya Midori, yang sebelumnya hanya tersimpan begitu saja.
Berisikan lima buah lagu pada debut album milik kuartet asal Yogyakarta ini, disajikan dengan komposisi yang gila, spontanitas tinggi, cepat, noise, dan berantakan. Dipandu dengan female vocal yang terkadang meledak-ledak dan kadang mendadak misterius, seperti mengidap alter-ego. Mereka benar-benar memainkan emosional pendengar, bahkan mengacak-acaknya. Jangan harap bisa santai ketika mendengarkan Lefty Fish ataupun berharap energi terbakar, karena semuanya akan didapatkan dalam satu track yang disajikan secara tak terduga.
Bagi saya Lefty Fish adalah wujud dari kebebasan berekspresi yang liar juga menarik. Sayangnya, debut album ini hanya berisi lima lagu dengan durasi yang pendek. Seperti ada yang mengganjal. Saya berharap dapat menikmati kegilaan mereka dalam durasi yang lebih lama lagi. (AL)
Berisikan lima buah lagu pada debut album milik kuartet asal Yogyakarta ini, disajikan dengan komposisi yang gila, spontanitas tinggi, cepat, noise, dan berantakan. Dipandu dengan female vocal yang terkadang meledak-ledak dan kadang mendadak misterius, seperti mengidap alter-ego. Mereka benar-benar memainkan emosional pendengar, bahkan mengacak-acaknya. Jangan harap bisa santai ketika mendengarkan Lefty Fish ataupun berharap energi terbakar, karena semuanya akan didapatkan dalam satu track yang disajikan secara tak terduga.
Bagi saya Lefty Fish adalah wujud dari kebebasan berekspresi yang liar juga menarik. Sayangnya, debut album ini hanya berisi lima lagu dengan durasi yang pendek. Seperti ada yang mengganjal. Saya berharap dapat menikmati kegilaan mereka dalam durasi yang lebih lama lagi. (AL)
#review | Heaven In "Norns", Tape Cassette (Kick It Records, 2015)
Pertama kali mendengar mereka lewat demo ep berbentuk cd, yang diberikan oleh siapa saya sedikit lupa, sekitar satu setengah tahun yang lalu kalau tidak salah ep itu dirilis. Agak mentah karena tipe vokal beatdown beradu dengan nuansa mathcore ternyata nggak pas di kuping saya maaf. Tapi setelah itu terdengar kabar kalau mereka mengganti vokalis, lalu gaspol rekaman album, gosip-gosipnya.
Ya apalagi setelah Grave Behold (Bogor) memutuskan untuk bubar, makin gaspol lah Heaven In merangsak di berbagai gig di kota hujan. Karena si gitaris Heaven In ini adalah gitaris Grave Behold juga. Norns dipilih menjadi judul album mereka, saya membayangkan isi album ini berisi lirik bertemakan mitos-mitos urban legend atau kolosal gitu, yang dipadu padankan dengan gelapnya musik ala Eropa Utara misalnya, kan namanya fantasi tanpa ekspektasi, lumrah lah ya hihi.
Tujuh lagu mereka sajikan, dengan konsep full album, yeaah! Quartet noise/mathcore asal Bogor ini merilis albumnya dalam format kaset yang dirilis oleh Kick It Records. Merupakan rilisan pertama Kick It Records juga. Disambut riuh oleh track pertama yang langsung menjadi favorit berjudul "Ternyata Rencana Invasimu Lebih Meleset dari Konsepsi", riff gitar yang mudah dihapal membuat saya bergumam sendiri sesekali setelah dengernya. Langsung lanjut ke "Hidup Dalam Stigma" dan "Teori Kontra Logika", membahas tentang Nostradamus dengan ramalannya, ngebut terus ke track selanjutnya masih dengan noise noise meneror telinga. Sesal Mendesak, lalu track favorit saya yang kedua "Hening Senyap dan Abadi", pertama saya baca liriknya dulu baru dengerin, memang sudah suka liriknya sih hihi. Track selanjutnya adalah re-issue dari demo ep mereka nih, "Siklus Seorang Hamba", lebih matang dari sebelumnya, jauh lebih matang sih, percayalah. Ditutup oleh "Mereka Semua Berkata Akan Pergi ke Elysium".
Semua lagu dibuat gitaris mereka Robby “Oben” dan semua lirik ditulis oleh sang vokalis Aditya “Ucok”. Oh ya, dua personil lainnya, yang mengisi drum adalah Dyka dan gitar satu lagi adalah Derul. Juga mereka baru menyelesaikan tur nya sebelum tahun baru kemarin, ke empat kota: Bekasi, Tegal , Bandung, dan Cipanas. Semoga masuk surga yeaah! Bagi kalian yang suka band–band dark hardcore/noise/mathcore ala-ala Birds In Row, Code Orange Kids, Converge , sampai ke dalam negeri nya seperti Alice. (Fauzan)
Ya apalagi setelah Grave Behold (Bogor) memutuskan untuk bubar, makin gaspol lah Heaven In merangsak di berbagai gig di kota hujan. Karena si gitaris Heaven In ini adalah gitaris Grave Behold juga. Norns dipilih menjadi judul album mereka, saya membayangkan isi album ini berisi lirik bertemakan mitos-mitos urban legend atau kolosal gitu, yang dipadu padankan dengan gelapnya musik ala Eropa Utara misalnya, kan namanya fantasi tanpa ekspektasi, lumrah lah ya hihi.
Tujuh lagu mereka sajikan, dengan konsep full album, yeaah! Quartet noise/mathcore asal Bogor ini merilis albumnya dalam format kaset yang dirilis oleh Kick It Records. Merupakan rilisan pertama Kick It Records juga. Disambut riuh oleh track pertama yang langsung menjadi favorit berjudul "Ternyata Rencana Invasimu Lebih Meleset dari Konsepsi", riff gitar yang mudah dihapal membuat saya bergumam sendiri sesekali setelah dengernya. Langsung lanjut ke "Hidup Dalam Stigma" dan "Teori Kontra Logika", membahas tentang Nostradamus dengan ramalannya, ngebut terus ke track selanjutnya masih dengan noise noise meneror telinga. Sesal Mendesak, lalu track favorit saya yang kedua "Hening Senyap dan Abadi", pertama saya baca liriknya dulu baru dengerin, memang sudah suka liriknya sih hihi. Track selanjutnya adalah re-issue dari demo ep mereka nih, "Siklus Seorang Hamba", lebih matang dari sebelumnya, jauh lebih matang sih, percayalah. Ditutup oleh "Mereka Semua Berkata Akan Pergi ke Elysium".
Semua lagu dibuat gitaris mereka Robby “Oben” dan semua lirik ditulis oleh sang vokalis Aditya “Ucok”. Oh ya, dua personil lainnya, yang mengisi drum adalah Dyka dan gitar satu lagi adalah Derul. Juga mereka baru menyelesaikan tur nya sebelum tahun baru kemarin, ke empat kota: Bekasi, Tegal , Bandung, dan Cipanas. Semoga masuk surga yeaah! Bagi kalian yang suka band–band dark hardcore/noise/mathcore ala-ala Birds In Row, Code Orange Kids, Converge , sampai ke dalam negeri nya seperti Alice. (Fauzan)
Senin, 11 Januari 2016
#review | Efek Rumah Kaca "Sinestesia", CD (Self Released, 2015)
Saya tidak terlalu peduli ketika mereka merilis single "Biru", entah mengapa single tersebut tidak mencuri perhatian saya sama sekali. Sebab saya mulai pasrah dengan nasib trio pop minimalis Jakarta satu ini, setelah mereka bertransformasi menjadi Pandai Besi. Saya pikir ketika itu, "apa yang bisa mereka lakukan lagi ? Lihat mereka mengubah lagu lama sedemikian rupanya. Tetap saja mereka hanya sedang membunuh bosannya." Lalu saya mulai meremehkan ERK dalam wujud album ketiga nya sebagai sesuatu yang mandul inovasi.
Selang itu, single "Putih" dikeluarkan. Berlanjut hingga Sinestesia dikabarkan telah rampung dan siap rilis. Ketika itu saya tarik semua ucapan sebelumnya. Ternyata apa yang saya takutkan tidak terjadi, mereka tidak mandul inovasi, justru sebaliknya. ERK diluar ekspektasi saya. Mulai dari konsep fragmentasi pada masing-masing lagu berjudul besar (Merah, Biru, Jingga, Hijau, Putih, dan Kuning), komposisi musiknya yang variatif dengan part yang harmonis antara satu sama lain, musiknya yang mampu menghidupi liriknya menjadi sedemikian hidupnya, album ini mengajak saya berpetualang untuk merasakan pengalaman yang ERK ingin bagikan melalui musiknya.
Dengan durasi yang panjang perlagunya, saya sempat bosan. Khususnya pada intro lagu "Merah" saya mulai merasa tak kerasan di telinga, namun ERK benar-benar memberi kejutan, sehingga saya menjadi penasaran dibuatnya. Saya melupakan bosannya mendengarkan lagu berdurasi panjang, karena saya tau bahwa pasti ada sesuatu yang berbeda juga mengagetkan yang akan mereka berikan.
Selamat Cholil, Adrian, dan Akbar. Album ini menyenangkan. (AL)
Selang itu, single "Putih" dikeluarkan. Berlanjut hingga Sinestesia dikabarkan telah rampung dan siap rilis. Ketika itu saya tarik semua ucapan sebelumnya. Ternyata apa yang saya takutkan tidak terjadi, mereka tidak mandul inovasi, justru sebaliknya. ERK diluar ekspektasi saya. Mulai dari konsep fragmentasi pada masing-masing lagu berjudul besar (Merah, Biru, Jingga, Hijau, Putih, dan Kuning), komposisi musiknya yang variatif dengan part yang harmonis antara satu sama lain, musiknya yang mampu menghidupi liriknya menjadi sedemikian hidupnya, album ini mengajak saya berpetualang untuk merasakan pengalaman yang ERK ingin bagikan melalui musiknya.
Dengan durasi yang panjang perlagunya, saya sempat bosan. Khususnya pada intro lagu "Merah" saya mulai merasa tak kerasan di telinga, namun ERK benar-benar memberi kejutan, sehingga saya menjadi penasaran dibuatnya. Saya melupakan bosannya mendengarkan lagu berdurasi panjang, karena saya tau bahwa pasti ada sesuatu yang berbeda juga mengagetkan yang akan mereka berikan.
Selamat Cholil, Adrian, dan Akbar. Album ini menyenangkan. (AL)
Sabtu, 05 Desember 2015
#review | Silampukau "Dosa, Kota, dan Kenangan", CD (Moso'Iki Records, 2015)
Perkenalan dengan Silampukau adalah suatu kebetulan pun keberkahan untuk saya. Sebuah artikel di salah satu fanzine lokal, Another Space, menyatut nama duo Surabaya ini sebagai band yang perlu didengar, yang kemudian membuat saya terkesima. Ketika itu sekitar pertengahan 2013, jika tidak salah, dan Silampukau sudah berstatus bubar dengan meninggalkan jejak rekam mini album Sementara Ini yang dirilis pada 2009.
Ketika itu saya cukup merasa kesal, karena telat mengetahui mereka. Namun selang beberapa tahun kemudian, tepatnya Agustus 2014, SUB/SIDE merilis ulang mini album mereka melalui ayorek.org. Yang kemudian menjadi pertanda bahwa Silampukau akan bangkit kembali. Benar saja, selang setahun kemudian, mereka hadir dengan album penuh bertajuk Dosa, Kota, dan Kenangan.
Pada album penuhnya tersebut mereka tampil dengan musik yang lebih ramai, tidak hanya mengandalkan gitar kopong semata, namun tidak menjauhkan mereka dari kesan sederhana. Yang tak kalah penting adalah mereka masih mempertahankan gaya penulisan lirik yang bersahaja: pemilihan kata yang tak sukar dipahami dan tema yang dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia khususnya Surabaya.
Saya menahan senyum malu ketika mendengar trek "Lagu Rantau", sebab memiliki kesamaan emosional dengan muatan liriknya. Lalu "Doa 1", sebuah tembang yang bercerita tentang tanggung jawab seorang anak kepada ibu nya juga pada dirinya sendiri, dikemas dalam cerita yang jenaka. Simaklah Silampukau dalam menceritakan lokasi prostitusi termasyhur Dolly pada trek "Si Pelanggan", yang saya taksir sebagai bentuk dukungan moral pasca penutupan lokalisasi tersebut. Kemudian ada "Bola Raya" yang berkisah tentang permainan sepak bola juga menyinggung soal pembangunan, sebuah lagu kritik yang halus pun mengena. Ada juga trek "Sang Juragan" yang tak kalah jenaka-nya, menceritakan kehidupan seorang penjual minuman keras. Total ada sepuluh lagu yang mereka sajikan pada album penuh ini.
Mendengarkan Silampukau saya merasa mendengarkan musik folk yang dulu pernah saya dapatkan dari Iwan Fals. Silampukau tampil manis namun tidak lemah, dalam arti mereka tidak gandrung mabuk dengan tema asmara yang bahkan dibanjiri kata-kata puitis nan sukar dipahami.
Mengutip perkataan Arlo Guthrie bahwa "Folk music is music that everyday people can play, and it inspired a lot of people to make their own music." Lalu saya pikir, sudah saatnya para pemuda mengulik lagu-lagu Silampukau untuk dinyanyikan sebagai teman nongkrong disela-sela padatnya pemukiman dan sudut gang. Setidaknya pemuda tongkrongan hari ini, punya pilihan lagu selain tembang hits Iwan Fals dan Slank. (AL)
Ketika itu saya cukup merasa kesal, karena telat mengetahui mereka. Namun selang beberapa tahun kemudian, tepatnya Agustus 2014, SUB/SIDE merilis ulang mini album mereka melalui ayorek.org. Yang kemudian menjadi pertanda bahwa Silampukau akan bangkit kembali. Benar saja, selang setahun kemudian, mereka hadir dengan album penuh bertajuk Dosa, Kota, dan Kenangan.
Pada album penuhnya tersebut mereka tampil dengan musik yang lebih ramai, tidak hanya mengandalkan gitar kopong semata, namun tidak menjauhkan mereka dari kesan sederhana. Yang tak kalah penting adalah mereka masih mempertahankan gaya penulisan lirik yang bersahaja: pemilihan kata yang tak sukar dipahami dan tema yang dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia khususnya Surabaya.
Saya menahan senyum malu ketika mendengar trek "Lagu Rantau", sebab memiliki kesamaan emosional dengan muatan liriknya. Lalu "Doa 1", sebuah tembang yang bercerita tentang tanggung jawab seorang anak kepada ibu nya juga pada dirinya sendiri, dikemas dalam cerita yang jenaka. Simaklah Silampukau dalam menceritakan lokasi prostitusi termasyhur Dolly pada trek "Si Pelanggan", yang saya taksir sebagai bentuk dukungan moral pasca penutupan lokalisasi tersebut. Kemudian ada "Bola Raya" yang berkisah tentang permainan sepak bola juga menyinggung soal pembangunan, sebuah lagu kritik yang halus pun mengena. Ada juga trek "Sang Juragan" yang tak kalah jenaka-nya, menceritakan kehidupan seorang penjual minuman keras. Total ada sepuluh lagu yang mereka sajikan pada album penuh ini.
Mendengarkan Silampukau saya merasa mendengarkan musik folk yang dulu pernah saya dapatkan dari Iwan Fals. Silampukau tampil manis namun tidak lemah, dalam arti mereka tidak gandrung mabuk dengan tema asmara yang bahkan dibanjiri kata-kata puitis nan sukar dipahami.
Mengutip perkataan Arlo Guthrie bahwa "Folk music is music that everyday people can play, and it inspired a lot of people to make their own music." Lalu saya pikir, sudah saatnya para pemuda mengulik lagu-lagu Silampukau untuk dinyanyikan sebagai teman nongkrong disela-sela padatnya pemukiman dan sudut gang. Setidaknya pemuda tongkrongan hari ini, punya pilihan lagu selain tembang hits Iwan Fals dan Slank. (AL)
Rabu, 11 Februari 2015
#review | Righting Wrong "Muda Berbahaya", CD (Samstrong records, 2014)
Righting Wrong segerombolan hc/metal asal kota batik Pekalongan (BCHC) akhirnya berhasil membuat rilisan terbadass lewat Muda Berbahaya.
Band yang digawangi Rezha, Zaenuri, Saddam, dan Kemal ini cukup berhasil meramu 90's hc dengan sound bulat ala metalcore Dan beat cacthcy ala Beastie boys yang menambah kegaharan mereka dialbum ini.
Bila kalian penikmat setia Madball, Hatebreed, dan Final Attack saya dedikasikan album ini untuk dikonsumsi dengan volume maksimal. (Budi Cole)
Band yang digawangi Rezha, Zaenuri, Saddam, dan Kemal ini cukup berhasil meramu 90's hc dengan sound bulat ala metalcore Dan beat cacthcy ala Beastie boys yang menambah kegaharan mereka dialbum ini.
Bila kalian penikmat setia Madball, Hatebreed, dan Final Attack saya dedikasikan album ini untuk dikonsumsi dengan volume maksimal. (Budi Cole)
Rabu, 01 Oktober 2014
#review | Vague "Footsteps", Tape Cassette/CD (Ruang Kecil & Sonic Funeral, 2014)
Sejujurnya saya perlu mendengarkannya berulang kali untuk mendapatkan perasaan bahwa album Footsteps ini memang terbaik. Karna jika tidak pada satu titik album ini terdengar memiliki komposisi yang nyaris serupa antara lagu satu dan lainnya. Trio Vague yang di gawangi oleh Yudhis vokal-gitar, Gary bass, dan Jan drum ini menyuguhkan sesuatu yang melebihi apa yang sebelumnya mereka sajikan dalam EP terdahulu. Lebih bising, karakter sound yang mumpuni, serta mampu mengombang ambing mood pendengar menjadi hal terbaik yang album ini berikan. Bisa dibilang musik Vague lebih kompleks ketimbang yang lalu, namun tidak ngjelimet di telinga.
Dalam tatanan lirikal, Vague tidak sedang berteriak-teriak lalu menggurui pendengar. Mereka introspektif dan band sebising ini ternyata mempunyai segudang kegelisahan. "...sometimes i think the only way to get out, is to get inside ourselves and tear it apart" penggalan lirik "Dissonance" yang membuat saya merinding. Setelah sebelumnya mereka menuliskan, "...We love our mistakes//But we despise regrets//Ideas are unspoken//Fragile faith gets broken..".
Mereka menyajikan 9 tracks dengan tambahan 3 tracks dari EP sebelumnya. Oh yah, album ini dirilis dalam dua format berbeda oleh dua label berbeda pula: ada Sonic Funeral yang merilisnya dalam bentuk CD dan juga Ruang Kecil dalam format Tape Cassette. (AL)
Dalam tatanan lirikal, Vague tidak sedang berteriak-teriak lalu menggurui pendengar. Mereka introspektif dan band sebising ini ternyata mempunyai segudang kegelisahan. "...sometimes i think the only way to get out, is to get inside ourselves and tear it apart" penggalan lirik "Dissonance" yang membuat saya merinding. Setelah sebelumnya mereka menuliskan, "...We love our mistakes//But we despise regrets//Ideas are unspoken//Fragile faith gets broken..".
Mereka menyajikan 9 tracks dengan tambahan 3 tracks dari EP sebelumnya. Oh yah, album ini dirilis dalam dua format berbeda oleh dua label berbeda pula: ada Sonic Funeral yang merilisnya dalam bentuk CD dan juga Ruang Kecil dalam format Tape Cassette. (AL)
Kamis, 18 September 2014
#review | ALE "Pura-Hura", Tape Cassette (Rise & Grind Records, 2014)
Entah pola pikir saya sudah terbentuk sedemikian rupa atau bagaimana, tapi mendengarkan musik yang A Little Enough (ALE) mainkan sungguh membuat saya merasa kalau menjadi tua adalah mitos. Acapkali mendengarkan punk rock yang tipikal seperti ini, memang hal tersebut yang saya rasakan. Mendengarkannya tanpa melakukan hal semacam moshing atau circle pit tidak karuan adalah sebuah kesalahan.
Dengan cover artwork menarik: kura-kura ninja dengan mata yang sayup. ALE menyajikan musik punk rock enerjik, ngeyel, dengan penulisan judul lagu super tengil. Dibuka oleh track dengan judul "Aselole" yang menghentak tanpa permisi. Mereka tau bagaimana menaikan mood pendengar diawal. Sekilas mengingatkan pada Hi-standard. Kemudian disambung oleh "Pok-Pok Coy" yang memiliki tempo lebih cepat, hampir menyerupai Razor Edge. Selanjutnya "Sexy Girl Friend" dengan nuansa ska-punk yang santai mencoba mengajak badan bergoyang. Yah walaupun tipikal musik seperti ini sudah banyak diadopsi terhitung Nofx memulainya, namun tetap perlu disimak. Saya antusias dengan track "Pelehur & Pelenyun" bukan terhadap musik mereka, melainkan kisah yang tertuang dalam lirik. Seperti kisah-kisah stensil yang ringan. Dan kegilaan mereka ditutup dengan...hmmm.. "3=====D" btw, itu simbol apa yah ? Semacam simbol konspirasikah ? hahaha..Oh yah di track ini mereka sedikit bermain gelap dan heavy. Dengan karakter vokal yang jauh berbeda dari track lainnya. Kalian mencoba menjadi band grindcore yah ? hahaha...
Oveerall, kelima track yang ALE sajikan patut disimak. Mereka menawarkan warna yang berbeda disetiap tracknya. Sepertinya saya pun tak sabar menunggu penampilan mereka secara langsung. Pasti ugal-ugalan bukan ? (AL)
https://soundcloud.com/ale2006
https://www.facebook.com/ALittleEnough/timeline
Dengan cover artwork menarik: kura-kura ninja dengan mata yang sayup. ALE menyajikan musik punk rock enerjik, ngeyel, dengan penulisan judul lagu super tengil. Dibuka oleh track dengan judul "Aselole" yang menghentak tanpa permisi. Mereka tau bagaimana menaikan mood pendengar diawal. Sekilas mengingatkan pada Hi-standard. Kemudian disambung oleh "Pok-Pok Coy" yang memiliki tempo lebih cepat, hampir menyerupai Razor Edge. Selanjutnya "Sexy Girl Friend" dengan nuansa ska-punk yang santai mencoba mengajak badan bergoyang. Yah walaupun tipikal musik seperti ini sudah banyak diadopsi terhitung Nofx memulainya, namun tetap perlu disimak. Saya antusias dengan track "Pelehur & Pelenyun" bukan terhadap musik mereka, melainkan kisah yang tertuang dalam lirik. Seperti kisah-kisah stensil yang ringan. Dan kegilaan mereka ditutup dengan...hmmm.. "3=====D" btw, itu simbol apa yah ? Semacam simbol konspirasikah ? hahaha..Oh yah di track ini mereka sedikit bermain gelap dan heavy. Dengan karakter vokal yang jauh berbeda dari track lainnya. Kalian mencoba menjadi band grindcore yah ? hahaha...
Oveerall, kelima track yang ALE sajikan patut disimak. Mereka menawarkan warna yang berbeda disetiap tracknya. Sepertinya saya pun tak sabar menunggu penampilan mereka secara langsung. Pasti ugal-ugalan bukan ? (AL)
https://soundcloud.com/ale2006
https://www.facebook.com/ALittleEnough/timeline
Rabu, 06 Agustus 2014
#review | VA. Wind From the Foreign Land (an Indonesia Celtic Punk), CD (WLRV Records, 2014)
Menjadi sebuah fatamorgana di scene Indonesia yang sedang berkembang saat ini. Celticpunk/folkrock dan sejenisnya telah menapaki jejak dan mulai mendapat tempat dan penggemar di scene ini.
Saya jadi teringat 2012 lalu Rudolfdethu menuliskan tentang ini di website pribadinya (http://www.rudolfdethu.com/2012/04/22/st-patricks-day/) berkat tulisan ini saya mulai surfing untuk melihat lebih jauh band-band dengan tinwhistle, banjo, suling, biola dan alat musik tradisional khas Irlandia lainnya.
Akhirnya jawaban atas semua pertanyaan saya terjelaskan dengan muncul kompilasi Wind From the Foreign Land (an Indonesia Celtic Punk), project yang dikerjakan dari medio januari 2014 ini dirilis oleh WLRV Records, yang menjadi tonggak sejarah bergerilyanya band celtic punk di Indonesia ara masif. Berisi 14 band/duo yang merekam lagu-lagu mereka khusus untuk kompilasi tersebut dan akan menjadi anthem minum-minum selepas pulang kerja.chersss!!! (Budi Cole)
Saya jadi teringat 2012 lalu Rudolfdethu menuliskan tentang ini di website pribadinya (http://www.rudolfdethu.com/2012/04/22/st-patricks-day/) berkat tulisan ini saya mulai surfing untuk melihat lebih jauh band-band dengan tinwhistle, banjo, suling, biola dan alat musik tradisional khas Irlandia lainnya.
Akhirnya jawaban atas semua pertanyaan saya terjelaskan dengan muncul kompilasi Wind From the Foreign Land (an Indonesia Celtic Punk), project yang dikerjakan dari medio januari 2014 ini dirilis oleh WLRV Records, yang menjadi tonggak sejarah bergerilyanya band celtic punk di Indonesia ara masif. Berisi 14 band/duo yang merekam lagu-lagu mereka khusus untuk kompilasi tersebut dan akan menjadi anthem minum-minum selepas pulang kerja.chersss!!! (Budi Cole)
Minggu, 13 Juli 2014
#review | SickXRead - Demo (2014)
Akhir-akhir ini disibukan dengan segala macam masalah hidup di tengan himpitan Piala Dunia, Capres, dan puasa. Sejenak merelaksasikan diri dengan mendengar beberapa demo dari teman yang bertemu di gigs beberapa bulan yang lalu.
Pilihan saya jatuh ke SickxRead, band d-beat humor asal Pamulang, Tanggerang Selatan. Yang membuat kuping dan tangan saya gatel untuk mengulas mereka. Band yang beranggotakan Bulul, Amon, dan noname. Memainkan musik kencang tanpa basa-basi di tengah hiruk pikuk pesatnya pertumbuhan HC/Punk di Pamulang. Mereka lahir menyajikan suatu alternatif baru yang lebih fresh dan berbahaya.
Beberapa lagu yang berjudul ngehe seperti “Tanpa DP” yang membahas tentang fenomena Velg17 dan motor matic. Lagu “Apa Lo Liat-Liat” yang sempat dipopulerkan oleh Alm. Benyamin S. diramu menjadi satu kesatuan yang segar dan greget. (Budi Cole)
Demo mereka dapat pula diunduh bebas di sini.
Facebook
Pilihan saya jatuh ke SickxRead, band d-beat humor asal Pamulang, Tanggerang Selatan. Yang membuat kuping dan tangan saya gatel untuk mengulas mereka. Band yang beranggotakan Bulul, Amon, dan noname. Memainkan musik kencang tanpa basa-basi di tengah hiruk pikuk pesatnya pertumbuhan HC/Punk di Pamulang. Mereka lahir menyajikan suatu alternatif baru yang lebih fresh dan berbahaya.
Beberapa lagu yang berjudul ngehe seperti “Tanpa DP” yang membahas tentang fenomena Velg17 dan motor matic. Lagu “Apa Lo Liat-Liat” yang sempat dipopulerkan oleh Alm. Benyamin S. diramu menjadi satu kesatuan yang segar dan greget. (Budi Cole)
Demo mereka dapat pula diunduh bebas di sini.
Minggu, 15 Juni 2014
#review | We The People "Big Rush!", Tape Cassette (Various Labels, 2014)
Tiga tahun yang lalu saya mendengarkan It's The True Reality, sebuah EP yang We The People (WTP) edarkan secara mandiri. Mereka kental dengan nuansa oldschool hardcore yang diselingi dengan nafas modern hardcore. Tapi selang beberapa tahun kemudian, saya mendengar kabar bahwa mereka menapaki warna baru dalam bermusik. Mereka memainkan post-hardcore ala Dischord Records, katanya. Ekspektasi ketika itu langsung mengarah kepada trio Vague yang kala itu baru saja booming di skena lokal, paling WTP-pun seperti itu.
Sampai kepada akhir 2013 lalu, single "Tukang Rebutan" dirilis. Buyar semua dugaan awal saya. WTP masih memainkan youthcrew yang kemudian banyak dibumbui post-hardcore ala Fugazi, Rites of Spring, The Nation Of Ulysses, dan sejenisnya. Banyak part yang danceable sekali seperti pada track "Big Rush!", "Bentrok", "Bayar Kami". Bahkan mereka begitu megah terdengar pada track "Loom Of Hope" yang liriknya ditulis dan dinyanyikan langsung oleh Acil dari Wreck. "...Look Out, Soul is Back" teriak mereka, entah kenapa membuat bergidik.
Untuk masalah lirikalitas. Mereka begitu sarkas. "...Jika kalian melanggar, bayarlah kami. Jika kalian tetap bersalah, tetap bayarlah kami. Bayarlah kami.. Bayarlah kami.." celetuk mereka sebagai gambaran akan dimana uang menjadi kunci utama dalam segala hal.
We The People sepertinya tau betul bagaimana menyajikan hardcore/punk yang sederhana namun menjadi tidak murahan. Semua bebunyian begitu harmonis, tidak ada yang saling merajai satu sama lain. Menjadikan album Big Rush! ini, adalah salah satu album yang sepertinya wajib dimiliki tahun ini. Apa saya berlebihan ? Silahkan rasakan sensasinya sendiri. (AL)
https://soundcloud.com/grimloc/wethepeople-this-world-is-full-of-idiots
FYI, Grimloc Records baru saja merilis album Big Rush! ini dalam format CD.
Sampai kepada akhir 2013 lalu, single "Tukang Rebutan" dirilis. Buyar semua dugaan awal saya. WTP masih memainkan youthcrew yang kemudian banyak dibumbui post-hardcore ala Fugazi, Rites of Spring, The Nation Of Ulysses, dan sejenisnya. Banyak part yang danceable sekali seperti pada track "Big Rush!", "Bentrok", "Bayar Kami". Bahkan mereka begitu megah terdengar pada track "Loom Of Hope" yang liriknya ditulis dan dinyanyikan langsung oleh Acil dari Wreck. "...Look Out, Soul is Back" teriak mereka, entah kenapa membuat bergidik.
Untuk masalah lirikalitas. Mereka begitu sarkas. "...Jika kalian melanggar, bayarlah kami. Jika kalian tetap bersalah, tetap bayarlah kami. Bayarlah kami.. Bayarlah kami.." celetuk mereka sebagai gambaran akan dimana uang menjadi kunci utama dalam segala hal.
We The People sepertinya tau betul bagaimana menyajikan hardcore/punk yang sederhana namun menjadi tidak murahan. Semua bebunyian begitu harmonis, tidak ada yang saling merajai satu sama lain. Menjadikan album Big Rush! ini, adalah salah satu album yang sepertinya wajib dimiliki tahun ini. Apa saya berlebihan ? Silahkan rasakan sensasinya sendiri. (AL)
https://soundcloud.com/grimloc/wethepeople-this-world-is-full-of-idiots
FYI, Grimloc Records baru saja merilis album Big Rush! ini dalam format CD.
Sabtu, 14 Juni 2014
#review | Warthole - Codes And Key (2014)
Heyhooo, setelah mereka mengirimkan demo dan kini sudah rilis ep, it’s going fast beuneeeuurr! Mengirimkan demo berisi 2 tracks, "Berbinar Suram" dan "Lagak Ayam Lagak Kuda". Project dream team asal Solo ini berhasil mengemas hardcore punk ke level berikutnya, dengan bumbu grindcore yang kental aroma blackened, suar kengerian 1000persen! apakah saya berlebihan? Mari coba diperdengarkan dengan membeli rilisan mereka yang sudah beredar kini, you should buy!!!
Trio Warthole ini diperkuat oleh Wildhan Andhi Rahman pada Drum, Fariz Ucup pada Guitar,Franco Rahadian pada Vocal, yang ketiganya tergabung juga di Gerbang Singa, JabatxTangan, Trustdown, dan Flower after Flood. Ep mereka berisikan 7 tracks, dengan sound yang membuat kalian nestapa, noise seperempat jam ala Stephen O’Malley yang membuat gemeteran biji di nomor "Demi Nestapa Yang Bermekaran". Lalu ada "Codes and Keys", "Instinct or Destiny", "Resistensi Dan Punk Hari Ini", dan "The World is Ours" yang anthemic. Yeyeye... untuk para penyuka grindcore dengan riff yang groovy, tebal, padat, merayap, semangat kemarahan ala hardcore punk. Lengkap dengan vokal yang tough juga tentunya dengan beat cepat menggerinda, ya kamu wajib untuk mendengarkan Warthole. Layaknya mencampurkan Pig destroyer, Magrudegrind, Desposphorus hingga ACXDC, mungkin? Sisihkan uangmu sekali lagi, silahkan beli rilisan mereka, salam peace! (Fauzan)
Trio Warthole ini diperkuat oleh Wildhan Andhi Rahman pada Drum, Fariz Ucup pada Guitar,Franco Rahadian pada Vocal, yang ketiganya tergabung juga di Gerbang Singa, JabatxTangan, Trustdown, dan Flower after Flood. Ep mereka berisikan 7 tracks, dengan sound yang membuat kalian nestapa, noise seperempat jam ala Stephen O’Malley yang membuat gemeteran biji di nomor "Demi Nestapa Yang Bermekaran". Lalu ada "Codes and Keys", "Instinct or Destiny", "Resistensi Dan Punk Hari Ini", dan "The World is Ours" yang anthemic. Yeyeye... untuk para penyuka grindcore dengan riff yang groovy, tebal, padat, merayap, semangat kemarahan ala hardcore punk. Lengkap dengan vokal yang tough juga tentunya dengan beat cepat menggerinda, ya kamu wajib untuk mendengarkan Warthole. Layaknya mencampurkan Pig destroyer, Magrudegrind, Desposphorus hingga ACXDC, mungkin? Sisihkan uangmu sekali lagi, silahkan beli rilisan mereka, salam peace! (Fauzan)
Senin, 02 Juni 2014
#review | Skate Fast - Demo (2014)
Bogor ternyata menyimpan satu harta karun yang benar-benar segar. Arti segar yang saya maksud bukan pendatang baru (FYI: mereka terbentuk sejak 2008). Namun, apa yang mereka mainkan benar-benar menyegarkan, persis seperti ketika kamu berjalan di tengah terik matahari dan meneguk es buah. Mereka adalah Skate Fast, sebuah band yang mengkombinasikan riff-riff thrash dengan beat-beat punk, alhasil menyajikan suguhan yang benar-benar membuat saya tersenyum senang. So catchy!
Tiga lagu yang saya terima melalui email redaksi: "We are People Shit", "Fuck Dat Shroom", dan "Surfing Sites", langsung mengingatkan saya pada Razors Edge maupun RazorXFade. Yah, slide gitar yang menghentak seraya mengajak bergoyang, dibalut dengan ketukan yang membuat kita seakan tak ingin berhenti meliar, dan yang terpenting adalah mereka menyebarkan keceriaan. Mereka tidak langsung main hajar dan asal cepat.
Semoga mereka cepat merilis album dalam bentuk fisik. Dan sepertinya saya penasaran dengan live performance mereka. Semoga benar-benar menyenangkan sekaligus liar. (AL)
Tiga lagu yang saya terima melalui email redaksi: "We are People Shit", "Fuck Dat Shroom", dan "Surfing Sites", langsung mengingatkan saya pada Razors Edge maupun RazorXFade. Yah, slide gitar yang menghentak seraya mengajak bergoyang, dibalut dengan ketukan yang membuat kita seakan tak ingin berhenti meliar, dan yang terpenting adalah mereka menyebarkan keceriaan. Mereka tidak langsung main hajar dan asal cepat.
Semoga mereka cepat merilis album dalam bentuk fisik. Dan sepertinya saya penasaran dengan live performance mereka. Semoga benar-benar menyenangkan sekaligus liar. (AL)
Kamis, 29 Mei 2014
#review | The Shantoso "Frontline Report", CD (Samstrong Records-Here to Stay, 2014)
Lebaik baik telat daripada tidak sama sekali. Akhirnya saya dapat juga rilisan teranyar dari The Shantoso, rombongan hardcore dari Sidoarjo. Band yang digawangi oleh Anca pada vokal, Hasan Maulana gitar, Dhapet bass, Bagus gitar, dan Andhika drum, secara resmi merilis debut album bertajuk Frontline Report.
Di album ini mereka menyajikan 11 lagu dengan mix oldschool hardcore dengan modern hc/punk. Jadi, untuk kalian yang terbiasa dengan Chain of Strength, Mainstrike, No More Fear, FC Five, hingga Verse pasti ketagian mendengar album ini.
Album ini cukup menggigit dan banyak anthem sing along seperti “Pola Pikir” dan “Stay With Your Pride”. Di album ini pula, saya cukup kaget dengan olah vokal Anca yang berbeda dan terdengar begitu lemas -padahal jika libe perform selalu epic. Credit point saya berikan kepada Dhavet yang mendominasi album dengan suara bassnya yang tajam. (Budi Cole)
Di album ini mereka menyajikan 11 lagu dengan mix oldschool hardcore dengan modern hc/punk. Jadi, untuk kalian yang terbiasa dengan Chain of Strength, Mainstrike, No More Fear, FC Five, hingga Verse pasti ketagian mendengar album ini.
Album ini cukup menggigit dan banyak anthem sing along seperti “Pola Pikir” dan “Stay With Your Pride”. Di album ini pula, saya cukup kaget dengan olah vokal Anca yang berbeda dan terdengar begitu lemas -padahal jika libe perform selalu epic. Credit point saya berikan kepada Dhavet yang mendominasi album dengan suara bassnya yang tajam. (Budi Cole)
Sabtu, 24 Mei 2014
#review | Mari tertidur Dalam Kemegahan HAMVVN
Duo sludge/stoner/doom/rock pendatang baru dari Bogor. Menyajikan racikan sludge dengan bumbu-bumbu stoner rock ala Fumanchu dan Electric Wizard.
Tampil dalam format duo, sepertinya tidak terlalu menghambat mereka untuk menyajikan musik yang megah. Meski diakui, sang drummer baru belajar main drum dan tentu hasilnya perlu dimaklumi karna tak banyak explore ketukan.
Di rekomendasikan untuk kalian yang senang mendengarkan Kylesa, Down, Sleep, Thou, etc. (AL)
Tampil dalam format duo, sepertinya tidak terlalu menghambat mereka untuk menyajikan musik yang megah. Meski diakui, sang drummer baru belajar main drum dan tentu hasilnya perlu dimaklumi karna tak banyak explore ketukan.
Di rekomendasikan untuk kalian yang senang mendengarkan Kylesa, Down, Sleep, Thou, etc. (AL)
Selasa, 20 Mei 2014
#review | Rooster Fight "No Lies Between Us", CD (Samstrong Records, 2013)
Yipppii, sudah setahun lebih album ini dirilis, tapi tak mengendurkan semangat mendengarkan album ini, seperti semangat hc kids yang membara di pelataran dansa, fiiuuhhh. No Lies Between Us diambil menjadi headline album band hardcore veteran asal Bogor, yap, Rooster Fight. Band yang terbentuk dari tahun 2001 ini menghadiahi kalian 9 tracks yang berisikan intro dan 2 cover lagu dari band asal Austria Only Attitude Counts "We Stand As One" dan One life Crew "Pure Disgust.
Well memang style Rooster fight hampir hampir mendekati 2 band tadi. Ditambah 6 track andalan Rooster Fight: "Interruption", "Anti Sadar", "Dusta", "Buktikan Keberadaan Kita", "Government Sucks!", dan "Savage".
Nomor "Interruption" dan "Savage" menjadi favorit eiks di album ini, lirik lugas dan tothepoint di "Interruption" dan sedikit eksperimentalnya mereka di nomor "Savage" menjadi alasan eiks menganugerahi 2 nomor tersebut.
Album ini di rilis oleh beberapa label record independent, Samstrong Records, Hope Records, Heretostay Jakarta, Handochord Records, dan Akshit Records, ditambah support dari Raincity Hardcore Crew. Merupakan album komplit untuk kalian para hardcore kids yang memang hardcore banget. Dan Roster Fight adalah, Bofuck ( vocal), Sigit Outback (gitar) , Bonz Root Burning( gitar), Allay Anger ( bass), Eki ( drum ), kang namanya keren –keren banget bytheway hihi, akhir kata salut buat Rooster Fight, ditunggu banget rilisan selanjutnya, stay gold!! *apeeuu. (Fauzan)
Well memang style Rooster fight hampir hampir mendekati 2 band tadi. Ditambah 6 track andalan Rooster Fight: "Interruption", "Anti Sadar", "Dusta", "Buktikan Keberadaan Kita", "Government Sucks!", dan "Savage".
Nomor "Interruption" dan "Savage" menjadi favorit eiks di album ini, lirik lugas dan tothepoint di "Interruption" dan sedikit eksperimentalnya mereka di nomor "Savage" menjadi alasan eiks menganugerahi 2 nomor tersebut.
Album ini di rilis oleh beberapa label record independent, Samstrong Records, Hope Records, Heretostay Jakarta, Handochord Records, dan Akshit Records, ditambah support dari Raincity Hardcore Crew. Merupakan album komplit untuk kalian para hardcore kids yang memang hardcore banget. Dan Roster Fight adalah, Bofuck ( vocal), Sigit Outback (gitar) , Bonz Root Burning( gitar), Allay Anger ( bass), Eki ( drum ), kang namanya keren –keren banget bytheway hihi, akhir kata salut buat Rooster Fight, ditunggu banget rilisan selanjutnya, stay gold!! *apeeuu. (Fauzan)
Selasa, 13 Mei 2014
Lock Off "Fuck The System", Tape Cassette (Doombringer Records, 2014)
Wow, ini baru ngepunk! Sebuah band proyekan dari beberapa member Satellite, Zudas Krust, First Blood, Pecah Kepala ini berhasil merilis sebuah EP dengan 6 lagu. Dari sisi packaging kovernya membuat saya teringat dengan layout kover Vaginors band Punk dari Aussie, dengan perpaduan warna hitam dan coklat. Artwork kovernya juga bagus tuh ditambah kaset yang gak disablon tapi di pylox.
Kalo dari segi musikalitas pas pertama kali saya dengerin kok saya jadi inget sama Keparat yaa? Walaupun tempo yang dimainkan berbeda. Direksi lirik bertema sosial-politik, agama, soal Pemilu juga ada. Ngepunk deh! Kalo kamu suka band-band punk klasik macam Chaos UK, The Varukers, Kaaos, Riistetyt saya jamin kamu bakalan suka Lock Off. (Ivanka)
Kalo dari segi musikalitas pas pertama kali saya dengerin kok saya jadi inget sama Keparat yaa? Walaupun tempo yang dimainkan berbeda. Direksi lirik bertema sosial-politik, agama, soal Pemilu juga ada. Ngepunk deh! Kalo kamu suka band-band punk klasik macam Chaos UK, The Varukers, Kaaos, Riistetyt saya jamin kamu bakalan suka Lock Off. (Ivanka)
Minggu, 11 Mei 2014
Hell On Fire "Self-Titled EP", Tape Cassette (Various Label, 2014)
Setelah sebelumnya dari Singapore muncul Snagletooth kemudian berlanjut di tanah air kita dengan lahirnya Hell On Fire. Band baru dengan (lagi-lagi) muka lama merilis EP.
Oke, tidak ada yang orisinil dan gak masalah, musiknya keren gini siapa yang bisa menolak? Ada 6 lagu yang terdengar sekali kalo Motorhead menjadi bahan bakar dalam proses kreatif musik mereka, lengkap dengan bumbu-bumbu ala Discharge. Style vokal yang menurut saya sudah pas diseling part-part gitar yang dapat membakar lantai dansa.
Eh, ini rilisan bonus patches loh. Hasil co-release beberapa label: Movement Records, Doombringer Records, WHMH Records, Puring Merinding, dan Hitam Putih Screen Printing. (Ivanka)
Oke, tidak ada yang orisinil dan gak masalah, musiknya keren gini siapa yang bisa menolak? Ada 6 lagu yang terdengar sekali kalo Motorhead menjadi bahan bakar dalam proses kreatif musik mereka, lengkap dengan bumbu-bumbu ala Discharge. Style vokal yang menurut saya sudah pas diseling part-part gitar yang dapat membakar lantai dansa.
Eh, ini rilisan bonus patches loh. Hasil co-release beberapa label: Movement Records, Doombringer Records, WHMH Records, Puring Merinding, dan Hitam Putih Screen Printing. (Ivanka)
Jumat, 02 Mei 2014
Haramarah "Hardcore Dadakan", Tape Cassette (Alternaive Production, 2014)
Band baru dari ranah hc/punk Bandung yang berisikan anak-anak muda penggila 80’s Hardcore/Punk. Cukup sebut saja satu nama siapa lagi kalau bukan Minor Threat, band yang begitu menginspirasi banyak orang baik dari segi musikalitas maupun lirik. Dicampur dengan sound gitar yang crunchy ala Umea yaa benar Demon System13, memberi andil juga disini.
Satu cover dari Limp Wrist “I Love Hardcore Boys/Girls”. Artwok kover dikerjakan oleh sang drummer coba hubungi dia kalo kamu tertarik buat minta digambarin. Dengan cover warna-warni dan beberapa keterangan, cuman sayang sekali gak ada liriknya. Kalau mau liriknya minta saja ke vokalisnya yang kalo dilihat-lihat mirip sama salahsatu vokalis band punk lokal, tapi apa yaa? Mungkin kamu tahu? (Ivanka)
Satu cover dari Limp Wrist “I Love Hardcore Boys/Girls”. Artwok kover dikerjakan oleh sang drummer coba hubungi dia kalo kamu tertarik buat minta digambarin. Dengan cover warna-warni dan beberapa keterangan, cuman sayang sekali gak ada liriknya. Kalau mau liriknya minta saja ke vokalisnya yang kalo dilihat-lihat mirip sama salahsatu vokalis band punk lokal, tapi apa yaa? Mungkin kamu tahu? (Ivanka)
Sabtu, 26 April 2014
Fighter Straight "In My Soul" (Self Released, 2014)
Depok mungkin menjadi satu dari sekian banyaknya kota yang sedang mewabahnya hardcore-punk. Pertumbuhan yang begitu pesat ini, banyak melahirkan band-band baru. Dan itu seru. Namun sayangnya, tak sedikit band yang lebih mementingkan untuk mengadakan event anniversary meski bandnya baru menjejaki angka 2 bahkan 3. Makanya setiap kali ada band yang baru bermunculan dan kemudian memberanikan diri merilis demo ataupun mini album sendiri, hal tersebut adalah sesuatu yang layak respon.
Seperti halnya apa yang anak-anak muda asal Parung Bingung-Depok satu ini, Fighter Straight namanya. Setelah beberapa bulan saya diberikan sebuah demo dan sekarang mereka memberikan sebuah mini album. Berisi empat buah lagu: "In My Soul", Old Man is Making The Border Line (CBA cover)", "This is Your City", dan "Try Feel What We Feel", di mana mereka mencoba menggabungkan musik hardcore dengan meminjam sedikit part milik musik oi/punk.
Dengarkan saja track pembuka "In My Soul" yang begitu sing along-able sekali. Dengan tempo yang santai, tentu kita tau bagaimana memanjakan diri ketika mendengarkan track ini di moshpit: POINTING FINGER RULE!!! Atau track penutup "Try Feel What We Feel", di buka dengan solo drum yang menimbulkan beat-beat dansa yang aduhai. Atau tengok bagaimana mereka mencoba membawakan ulang lagu Comeback Attack (kini CBA) menjadi lebih slowly.
Overall, Fighter Straight adalah band yang patut diapresiasi. Karna selain sebagai sebuah band, mereka pun sering mengorganisir DIY Gigs. Oh iya, artwork pada cover CD-nya keren, salam untuk artworkernya yah. (AL)
Seperti halnya apa yang anak-anak muda asal Parung Bingung-Depok satu ini, Fighter Straight namanya. Setelah beberapa bulan saya diberikan sebuah demo dan sekarang mereka memberikan sebuah mini album. Berisi empat buah lagu: "In My Soul", Old Man is Making The Border Line (CBA cover)", "This is Your City", dan "Try Feel What We Feel", di mana mereka mencoba menggabungkan musik hardcore dengan meminjam sedikit part milik musik oi/punk.
Dengarkan saja track pembuka "In My Soul" yang begitu sing along-able sekali. Dengan tempo yang santai, tentu kita tau bagaimana memanjakan diri ketika mendengarkan track ini di moshpit: POINTING FINGER RULE!!! Atau track penutup "Try Feel What We Feel", di buka dengan solo drum yang menimbulkan beat-beat dansa yang aduhai. Atau tengok bagaimana mereka mencoba membawakan ulang lagu Comeback Attack (kini CBA) menjadi lebih slowly.
Overall, Fighter Straight adalah band yang patut diapresiasi. Karna selain sebagai sebuah band, mereka pun sering mengorganisir DIY Gigs. Oh iya, artwork pada cover CD-nya keren, salam untuk artworkernya yah. (AL)
Langganan:
Postingan (Atom)