Selasa, 29 Desember 2015

Berjuang Melawan Kanker, Lemmy Kilmister Meninggal Dunia

Lemmy Kilmister. Photo by google
Pentolan Motorhead, Ian Fraser Kilmister atau yang akrab disapa Lemmy Kilmister meninggal dunia seperti yang diberitakan melalui Facebook Motorhead pada Senin kemarin (28/12). Lemmy meninggal dikarenakan penyakit kanker yang dideritanya. "Tidak mudah untuk mengatakan ini. Kami telah kehilangan teman terhebat setelah pertempuran singkatnya dengan kanker yang sangat agresif," tulis mereka.

Pria kelahiran Inggris 1945 ini, sebelumnya dikabarkan juga mengalami masalah pada kesehatannya, musim panas lalu ia terjangkit infeksi paru-paru yang harus membuatnya membatalkan sejumlah jadwal pertunjukan. Lemmy juga pernah menderita hematoma dan mengharuskannya menggunakan defibrillator untuk jantungnya.

Bersama Motorhead, Lemmy telah menghasilkan 22 album studio yang dirilis dalam rentang waktu 1977 hingga 2015 dan beberapa proyek kolaborasi bersama beberapa figur musik ternama dunia seperti The Damned, Wendy O. Williams, Ramones, Sex Pistols, dsb. Bahkan disela-sela proses penyembuhannya, Lemmy berhasil merilis album Bad Magic pada Agustus kemarin. "Ternyata, saya masih tidak bisa dihancurkan," candanya ketika itu.

Kepergian Lemmy menjadi pukulan yang sangat berat, khususnya untuk Motorhead sendiri. Mereka mengatakan bahwa tidak ada yang bisa mengungkapkan perasaan kaget dan kesedihan ini bahkan kata-kata sekalipun. "Kami akan mengatakannya beberapa hari mendatang. Tapi untuk saat ini, silakan putar kencang Motorhead, Hawkwind, atau musik-musik Lemmy dengan keras," tandas mereka. (AL)

Senin, 21 Desember 2015

Stars and Rabbit Rilis Single Kedua

Setelah merilis album penuh perdana Constellation pada bulan Mei 2015 lalu, kini Stars and Rabbit merilis single “Like It Here”. Ini merupakan single kedua mereka, menyusul “The House” yang lebih dahulu dirilis. “Lagu ini merupakan lagu pertama yang aku ciptakan untuk Stars and Rabbit,” kata Elda. Lagu ini bercerita tentang situasi yang semakin memburuk dalam sebuah hubungan, dan berusaha untuk tetap bertahan dengan harapan keadaan akan membaik dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. “Namun pada titik tertentu kita harus membuat keputusan terhadap hal yang tidak layak untuk dipertahankan,” ungkap Elda.

Belum lama ini sebuah kabar gembira datang dari seorang sutradara Indonesia, Joko Anwar, yang meminta lagu "Like It Here" untuk digunakan dalam trailer film terbarunya, A Copy of My Mind. Melalui film tersebut, ia pun dianugerahi penghargaan sebagai Sutradara Terbaik dalam Festival Film Indonesia (FFI) 2015. Film ini telah ditayangkan di beberapa festival film internasional di Toronto, Venezia, Korea Selatan, dan dijadwalkan tayang di bioskop Indonesia pada bulan Februari 2016.

Minggu, 20 Desember 2015

Grunge Kicks: Masih Ada Grunge Yang Potensial

Click pic for enlarge
Melihat perkembangan yang cukup pesat pada skena grunge lokal selama 2015 ini. Yang mana kemajuan tersebut ditandai oleh bermunculannya band-band keren dengan rilisan yang bagus. Namun sayangnya hal tersebut belum didukung oleh pengadaan gigs yang memadai, walaupun belakangan ini marak gigs yang berlangsung. Seperti yang dikatakan Grunge Kicks Zine, salah satu media yang fokus pada skena grunge, "hampir semua gigs berwarna sama, tanpa publikasi yang maksimal dari zine yang berada di skena maupun di luar skena grunge. Dan tujuan dari gigs tersebut kurang tercapai maksud nya."

Sehingga hal tersebut yang melatarbelakangi Grunge Kicks untuk mengadakan sebuah gigs dengan menampilkan beberapa band grunge berpotensial, serta mencoba menggandeng media baik yang berada di dalam maupun di luar skena grunge untuk berpartisipadi di dalamnya. "Sehingga besar kemungkinan akan membantu kita untuk mempublikasi kan gigs ini hingga tercipta maksud dan tujuan, yaitu mengenalkan ke khalayak luar, pecinta musik indie khususnya. Bahwa masih banyak band potensial dan sangat produktif dari skena grunge," tutur mereka.

Gigs tersebut bertajuk Endless Movement yang akan berlangsung pada 26 Desember mendatang di Rossi Music Fatmawati Lt.4. Menampilkan enam band yang menurut mereka berpotensi dan layak dilihat juga didengar, yakni Arc Yellow, Syndrome Noise, Sugar Kane, Shine Valley, SAD 94, dan Emdisi. Yang mana masing-masing band akan mendapatkan jatah durasi tampil yang cukup lama sehingga materi yang dibawakan akan tersaji secara maksimal. "Semoga kami dan semua orang yang melakukan pergerakan untuk memajukan skena grunge tidak kenal lelah, banyak membuat ide gila yang inovatif dan yang pasti nya tanpa akhir," tandas mereka. (AL)

Menuai Pro Kontra, The Sabotage Tetap Rilis Video Klip

The Sabotage. Photo by TS doc.
Pembuatan video klip untuk sebuah band punk rock memang terbilang jarang terjadi di skena lokal. Hal itu dapat dilihat hanya sedikit sekali band-band punk rock yang mencoba memikirkan ke arah sana sejak munculnya budaya ini sekitar awal 1990-an silam. Bahkan saking jarangnya, pembuatan video klip bisa terbilang sangat tabu untuk dilakukan sebuah band punk rock. The Sabotage, band punk rock yang eksis sejak 1996, mengakui bahwa pembuatan video klip bukan suatu hal yang mudah diterima di skena karena pro dan kontra pemikiran yang terjadi khususnya di Jakarta. "Tapi kalau kita gak berbuat sesuatu yang baru, komunitas kita akan jalan di tempat," Ujar lead guitar, Gheboiz.

Hal itu pula yang membuat timbulnya banyak pertimbangan dalam penggarapan video klip The Sabotage untuk lagu berjudul "No Peace Today Life Tomorrow" yang dirilis pada 12 Desember kemarin. "Awalnya kita ragu soal klip ini, ternyata banyak juga dari teman – teman yang support," terang vokalis," Fuckguy.

Penggarapannya sendiri dibantu oleh duo Geral Dwitama dan Denny Yosua dari Kecebur Di Tipi serta melibatkan beberapa teman dari Anti Noda69 Production, DPR Sablon, Fukker Record, Bombshell Rock Prod, Movement Record & Distribution dan Hitam Putih Musik.

Pemilihan "No Peace Today Life Tomorrow" sebagai lagu yang digarap dalam bentuk audio-visual, dikarenakan lagu tersebut cukup mewakilkan dan menyuarakan pemikiran dari The Sabotage. Lagu tersebut adalah bagian dari mini album Give Us A Freedom yang dirilis oleh Movement Records. (AL)


Jumat, 18 Desember 2015

TO DIE: Dari Floppy Disk Hingga Piringan Hitam, Kandang Burung Hingga Lunch Box

Indra Menus. Photo by IM doc.
Jika ada pertanyaan band apa yang paling produktif, maka jawabannya adalah To Die. Jika ada pertanyaan band apa yang paling inovatif, maka jawabanya adalah To Die (lagi). Tidak berlebihan, mengingat band asal Jogyakarta satu ini terbilang yang paling rajin mengeluarkan rilisan, untuk skala underground di Indonesia. Mereka telah menghasilkan 170 rilisan dalam kurun waktu 1998 hingga 2015, yang terdiri dari mini album, full album, split album, kompilasi, dan diskografi. Dalam semua rilisannya banyak melibatkan berbagai label records lokal maupun luar seperti Malaysia, Ekuador, Jepang, Brazil, Amerika Serikat, Italia, dan Prancis.

Tidak hanya itu, band yang dinahkodahi oleh Indra Menus ini pun terbilang inovatif, jika bisa dikatakan ekstrim. Cara To Die merilis albumnya terkadang diluar kebiasaan band pada umumnya. Mereka seakan menjadi band yang tak pernah puas dengan format rilisan yang begitu-begitu saja: kaset pita, CD, vinyl, dan digital. Bahkan cara pengemasan albumnya pun, terbilang gila. Dalam arti, (lagi-lagi) mereka seakan tidak puas dengan rilisan yang hanya di packaging ala kadarnya. Tak jarang mereka mengemas albumnya tersebut dengan hal-hal yang membuat kita terheran-heran sekaligus takjub.

Mau tau betapa inovatifnya To Die ? Simak hasil pantauan Lemarikota soal rilisan dengan format dan pengemasan tergila yang pernah mereka lakukan. Siapa tau pembaca ada yang tertarik mengikuti jejak mereka atau bahkan ada yang ingin lebih ekstrim lagi. (AL)

Efek Rumah Kaca Akhirnya Rilis Album Ketiga

(ki-ka) Cholil, Adrian, dan Akbar.
Photo by ERK doc
Setelah puasa karya selama kurang lebih tujuh tahun, terhitung sejak album Kamar Gelap dirilis pada 2008, Efek Rumah Kaca akhirnya merilis album baru bertajuk Sinestesia. Album ketiga milik trio pop alternative ibu kota tersebut secara resmi dirilis melalu iTunes pada 17 Desember 2015 pukul 23.00.

Trio Adrian, Cholil, dan Akbar mencoba merangkum dinamika perjalanan karir bermusik mereka dalam album ini dan berusaha mengajak penggemarnya untuk turut serta di dalamnya. "Album Sinestesia mengajak penggemar Efek Rumah Kaca bersama-sama menikmati perjalanan musikalitas Efek Rumah Kaca dari album pertama, kedua, hingga perubahan gaya bermusiknya di album ketiga ini," tulis mereka dalam press release yang LK terima.

Lebih lanjut, mereka menuturkan bahwa, album ini begitu sinematis, karena akan mengajak pendengarnya mengembara menuju alam khayal masing-masing.

Album Sinestesia ini bisa didapatkan melalui platform music iTunes. Klik di sini untuk mendapatkan album terbaru mereka. (AL)

Rabu, 16 Desember 2015

#youshouldknow | Kelakar: Merasakan Musik Humor Kompleks

Kelakar (ki-ka: Didi, Bistok, 'r, dan Wisnu)
Photo by Kelakar doc.
Tony Prabowo selaku kurator Salihara menawarkan 'r untuk tampil solo memainkan piano-nya dalam pagelaran Salihara Jazz Buzz yang diselenggarakan pada Februari 2015 lalu. Alih-alih menerima tawaran tersebut sebagai ajang unjuk diri sendiri, 'r malah memutuskan untuk tampil dengan format band.

Hal tersebut yang menjadi titik awal kumpulnya Didi sebagai vokal dan gitaris, Wisnu pada synthesizer dan back up vokal, Bistok pada drum dan back up vokal, dan 'r sendiri pada piano dan back up vokal. Yang kemudian pula menjadi cikal bakal Kelakar sebagai sebuah band.

Momentum bagus tersebut langsung direspon dengan cekatan oleh para personil Kelakar untuk mulai memikirkan sebuah album. "Kita mulai mengonsepkan pembuatan album agar pada saat performance, album sudah dapat diedarkan dengan quota kecil," terang mereka.

Bagi mereka yang masih asing dengan konsep musik yang Kelakar mainkan tentu akan mengernyitkan dahi. Pasalnya Kelakar tidak berada pada ranah aman, dalam maksud bermain dengan satu genre. Mereka menabrak semua batasan genre lalu memadukannya menjadi komposisi yang eksperimental. Mereka sendiri menyebutnya dengan istilah, An Indonesian band that present experimental crossover. A music that travels beyond boundaries of categorizations. "Banyak beberapa pendapat bagi mereka yang mengetahui musik jenis ini mengatakan bahwa kita seperti representasi dari beberapa proyek musik dari John Zorn & Mike Patton," tambah mereka.

Ketukan drum yang intensif dengan distorsi gitar berpadu denting grand piano dan synthesizer. Serta komposisi musik dengan improvisasi spontan, motif musik dan riff yang tak terduga, gila, menantang, dan kompleks, yang pada akhirnya mengilhami Didi mencetuskan nama Kelakar untuk band ini. "Makna penamaan dibalik Kelakar adalah memberikan sense of humor yang merupakan esensi dari kekompleksitasan karya yang kita hasilkan ini," ungkap mereka.

Di tengah kesibukan 'r sebagai pengajar piano dan pembuat music score film, Didi sebagai pengajar musik, Wisnu sebagai pengajar piano klasik, dan Bistok pengajar drums. Kelakar masih sempat untuk melangsungkan pertunjukan, terhitung selama terbentuk band Jakarta ini sudah tujuh kali manggung dan menelurkan satu buah album bertajuk Mari Kita Mulai yang dirilis CD via Apa Lo! Records, pita kaset via Alaium Records, dan re-issue CD via Indonesian Progressive Society Records.

Rencananya pada tahun 2016 mendatang mereka akan segera masuk studio rekaman demi kebutuhan album ke dua. Sembari itu, mereka sedang mencari beberapa label rekaman luar yang tertarik untuk merilis album Kelakar untuk pasaran internasional. (AL)

Jumat, 11 Desember 2015

Mengenang Panggung Pertama, Rajasinga Rilis Video Animasi

Ada yang tak biasa pada 10 Desember kemarin, khususnya untuk trio grindcore liar, Rajasinga. Pasalnya pada hari tersebut adalah titik awal perjalanan karir band yang digawangi oleh Biman pada gitar, Morrg bass, dan Revan drum. "10 Desember sebelas tahun silam, panggung pertama Rajasinga digelar. Dari situlah semua dimulai dan inilah Rajasinga, sebelas tahun kemudian. Hingga dihari ini, detik ini, kita masih tetap disini. Karena bermain musik dan berdiri di depan kalian semua, adalah sebuah kehormatan besar didalam hidup kami," ujar mereka.

Sebagai sebuah bentuk penghormatannya, mereka merilis single terbaru bertajuk "Stoned Magrib" dalam format video animasi. Lagu tersebut ditulis oleh Revan dan Morrg pada suatu magrib di kota Bukittinggi Sumatra Barat, di tengah lembah Ngarai Sianok. "Disela-sela tour, kami suka menyempatkan diri untuk mengunjungi tempat-tempat eksotis, santai sejenak dan menuai inspirasi. Karena magrib itu selalu singkat, berhentilah sebentar, nikmatilah," terang mereka.

Video animasinya sendiri digarap langsung oleh bassis Morrg, dengan tema yang berangkat dari rangkuman perjalanan Rajasinga selama sebelas tahun terakhir. Mulai dari pengalaman mendatangi tempat indah hingga menggerikan, dihadapkannya pada kondisi yang datar hingga penuh konflik, keadaan yang mengharuskan mereka mendaki lalu menurun terjal, semuanya mereka kemas menjadi dalam saga fiksi singkat yang menarik.

Namun jika ditelisik, ada yang unik. Apabila biasanya setiap band selalu merayakan momentum spesial di angka sepuluh, Rajasinga justru merayakannya pada angka sebelas. Hal ini terjadi lantaran ketidak sengajaan para personil. "Kenapa 11 ? Kenapa bukan pas di angka 10 ? Jujur saja, karena kita lupa. Skip. Hehehe," ungkap mereka.

Hal tersebut dipicu juga oleh aktivitas bermusik yang benar-benar menyita perhatian mereka dan ditambah kondisi personil yang sekarang menetap di tiga kota berbeda. Meski begitu mereka mengatakan, jarak dan komunikasi menjadi problema baru yang harus di hadapi. Tapi ya, bermusik harus tetap bisa jalan bagaimanapun caranya.

Single terbaru "Stoned Magrib" diambil sebagai single pertama dari album mendatang, III: RAJASINGA, yang rencananya dikeluarkan resmi pada tahun 2016 nanti. (AL)

Kamis, 10 Desember 2015

Pesta Peluncuran Album The Edge Tanpa Jarak

Bernyanyi bersama di pesta peluncuran album The Edge.
Photo by The Edge doc.
Sehabis melangsungkan launching album mereka yang pertama di Grand Charly Rawamangun beberapa minggu yang lalu (21/11), gerombolan hc/punk Pamulang ini kembali menggelar launching album mereka untuk kedua kalinya di Khansa studio, Cisauk, pada 5 Desember kemarin.

Waktu menunjukan pukul 20.30 WIB menandakan band pertama untuk tampil memanaskan party malamitu. Total ada 12band yang meramaikan party malam itu, satu hal yang menarik perhatian adalah di mana lineup yang akan tampil 80% merupakan band baru yang menjamur diranah skena hc/punk Jakarta, Tanggerang Selatan, Bogor, dan Depok. Diantaranya adalah No Choice, Tsamscore, B.U.R.R.I.E.D, One Step Beyond, Aerlele, Antahberantah, The Silent, Whereless, Perfectshionshit, Nutmeg, Roosterfight, dan Beneath the Whele.

Para band pembuka tampil secara gerilya nyaris tanpa jeda memanaskan ruang sempit 5x5m stage diving dan circlepit pun tak terelakan dengan oksigen yang semakin berkurang, menambah euphoria pada launching album jilid 2 ini. Keintiman dan intensitas pertemanan menambah semarak acara malam itu, di mana tidak ada jarak sama sekali anatara penonton dan penampil.

The Edge yang digawangi oleh Lepoy, Amon, Apong, Hendra, dan Tommy berhasil mengorganisir acara dengan baik plus menghadirkan band-band baru yang berkembang di sekelilingnya secara kasat mata tittle Don’t Foget Your Roots memulai genderangnya dengan baik.

Bagi yang suka mendengarkan 80’shc/punk seperti Bad Brains, Black Flag dan Minor Threat, sila memburu album mereka. (Budi Cole)

Tiger Work Kembali Dengan Album Terbaru "For Unity"

Unit hardcore berhaluan berat, Tiger Work, kembali merilis album terbaru bertajuk For Unity. Album yang dirilis secara mandiri tersebut, secara resmi telah beredar sejak 7 Desember kemarin dalam format cakram padat. Tidak hanya itu, mereka pun merilisnya dalam format digital melalui platform musik iTunes, AmazonMP3, Spotify, dan Deezer.

Meskipun sempat terkendala oleh salah dua personil yang sedang mengemban ilmu di luar kota. Bukan menjadi halangan berarti untuk band yang digawangi oleh Memet pada vokal, Ewink drum, Bimo gitar, dan Erfan gitar untuk terus merampungkan karya mereka. "Kendalanya hanyalah jarak yang berdampak pada waktu, dikarenakan kondisi Bimo dan Ewink yang masih menjalani studi di Yogyakarta dan Bandung. Tapi, itu semua sudah terlewati dan akhirnya album For Unity bisa dirilis dan dinikmati oleh khalayak," ungkap mereka.

Album terbaru milik band asal Tasikmalaya ini adalah rangkuman berbagai cerita mengenai perjuangan, kebersamaan, kritik sosial, dan keberadaan media hari ini, yang kemudian dikemas dalam sound yang cukup berbeda dari album terdahulunya yakni Responsibility (2013). "Selamat mendengarkan karya dari Tiger Work!" pungkas mereka. (AL)

Selasa, 08 Desember 2015

Ayo Bikin Album, Karena Band Bukan Brand

Para personil Sex Pistols saat tekan kontrak dengan A&M
Records ntuk album God Save the Queen pada
Maret 1977 di Buckingham Palace, London.
Photo by bettman/CORBIS
Salah satu impian dari sebuah band adalah memiliki albumnya sendiri, yang kemudian dapat diperdengarkan ke telinga khalayak. Karena memang sejatinya produk utama dari sebuah band ialah karya, entah formatnya extended play, long play, atau hanya single. Terlepas pula dari apapun orientasi band tersebut, entah sekedar untuk bersenang-senang atau bahkan memang untuk menambah pendapatan ekonomi. Semua band perlu menghasilkan albumnya sendiri, karena band bukan brand (clothing).

Untuk band yang terlahir dari rahim budaya non-pop atau katakanlah underground, terbilang cukup beruntung. Kenapa ? karena pada tatanan musik tersebut memiliki kedekatan yang erat dengan etos mandiri atau Do It Your Self (DIY). Setidaknya mereka bisa merekam, merilis, lalu mendistribusikan albumnya sendiri atau yang dikenal dengan istilah self released. Yang diperlukan hanyalah semangat dan pengetahuan yang mumpuni untuk melakukan itu semua.

Namun bagaimana jika tak ingin merilis album sendiri ? Apakah perlu menunggu A&R label major menawari kontrak kerja ? Untuk pertanyaan yang kedua, sepertinya terlalu mustahil, selama jenis musik yang dimainkan tidak "beraroma" rupiah. Beruntungnya lagi, etos DIY pada sebuah komunitas underground tidak hanya melahirkan band, melainkan records label. Dua elemen yang pada akhirnya saling beriringan.

Yaps, solusi telah didapatkan. Yang diperlukan oleh sebuah band hanyalah mempersiapkan materi dengan sebaik-baiknya, menghubungi pihak records label yang sesuai, dan membuat kesepakatan -yang tentunya tidak merugikan kedua belah pihak. Berikut ini, Lemarikota akan merangkum beberapa records label Indonesia, yang bisa merealisasikan mimpi sebuah band untuk memiliki album. (AL)

1. Samstrong Records
Salah satu label produktif yang dimiliki skena hardcore/punk pada dekade ini. Berbasis di Jogyakarta, Samstrong telah menjadi rumah bagi band-band lokal seperti Knockdown, Revolt, Striker, LKTDOV, To Die, The Shantoso, Reason To Die, Dirty Glass, dan masih banyak lagi. Tidak hanya bermain pada ranah lokal, label yang dinahkodahi oleh Aditya Ageng ini, tercatat pernah merilis band-band bertaraf internasional seperti Second Combat, Nine Eleven, Alea Jacta Est, Rykers, dsb.

Mereka juga didaulat sebagai distributor resmi album terbaru Terror bertajuk The 25th Hour. Tidak hanya itu, mereka juga akan merilis ulang album Live by the Code (2013) milik punggawa hardcore asal Los Angeles, Amerika Serikat, tersebut.

2. Movement Records
Kredibilitas label asal Jakarta satu ini tidak perlu dipertanyakan lagi. Sejak eksistensinya dimulai pada 1998, Movement Records telah menjadi rumah bagi beberapa unit punk lokal seperti Error Crew, Straight Answer, Unrest, Street Voices, The Raws, Dirty Edge, The Jinxz, Triple X, The Sabotage, Septictank, Elloco, Stupidity, Silly Riot, Total Damage, Trendy Reject, The Valid, dsb.

Movement Records pun tercatat pernah merilis album The Viruz (Philadelphia punk) bertajuk Indonesian Split Release. Mereka juga menjadi distributor resmi untuk sebuah proyek kompilasi Punk Aid 2012, yang berisi berbagai band punk dari mancanegara yang diproyeksikan sebagai bentuk dukungan moral untuk insiden penangkapan punk di Aceh.

3. Alternaive
Datang dari kota Bandung, label satu ini telah berhasil menaungi beberapa band yang berasal dari Paris Van Java. Sebut saja Hooded, Milisi Kecoa, Kroia, Haramarah, Cyco Vision, Terror of Dynamite Attack, dsb. Sedangkan untuk yang di luar Bandung, mereka pernah merilis Hellowar, Peace or Annihilation, Grave Dancer, Hantamrata, GunxRose, dsb.

4. True Side Records
Tempat bersemayamnya band-band hardcore keren dari Jakarta seperti Final Attack, A Thousand Punches, Brave Heart, Feel The Burn, Strike Hard, dsb.

Apabila dilihat dari daftar band yang mereka rilis, label asal Jakarta satu ini memfokuskan diri pada genre hardcore.

5. Necros Division
Salah satu label asal Depok yang sedang on fire. Beberapa band lintas genre, mulai dari punk rock, hardcore, hingga post-metal berada dibawah naungan label satu ini. Meskipun dominan merilis nama-nama yang masih asing di telinga khalayak, namun Necros cukup jitu melirik potensi yang ada. Hasilnya label ini berhasil memberikan penyegaran pada skena musik underground, khususnya hc/punk.

Sebut saja Total Jerks, The Kuda, True Hell, Koteka Is The Reason, Tarrkam, Limerence, Ensena, adalah nama-nama yang masih asing. Namun jangan lihat seberapa lama umur band-band tersebut, silakan dengar apa yang mereka mainkan.

Necros beberapa kali menjadi rumah bagi band-band mancanegara seperti Latest Fashion (Swedia), Data Control (Swedia), dan Teenagers (Swedia).

6. Sailboat Records
Rumah bagi band-band berhaluan skramz, post-hardcore, post-rock, screamo, dsb. Yang mana menjadikan label asal Jakarta ini menjadi pelabuhan bagi beberapa nama seperti Amuk Redam, A City Sorrow Built, Senja Dalam Prosa, Forever Always, Woodcabin, dan Seems Like Yesterday.


p.s. keenam label di atas, tidak hanya bertindak sebagai pihak yang memproduksi dan mendistribusikan album band saja. Terkadang label-label tersebut turut serta menjadi organizer gigs, tour booking, dan menjual merchandise band.

Minggu, 06 Desember 2015

Album Terbaru PENs+ Akan Dirilis Label Bandung

Para personil PENs+ saat melegalisir poster mini album
terbaru mereka beberapa waktu lalu. Photo by PENs+ doc.
Setelah berhasil merilis debut mini album Rules (2014) yang kemudian dilanjutkan oleh Soccer (2014), kini PENs+ hadir dengan mini album terbaru bertajuk Our Days. inki/melancholy records yakni sebuah label rekaman asal Bandung yang akan merilis mini album terbaru milik kuartet math-rock Jepang tersebut. Rencananya mini album ini akan rilis dalam bentuk kaset pita pada 23 Desember mendatang.

"PENs+ merupakan salah satu unit musikal dari Jepang yang pantas mendapat atensi lebih," ujar pihak inki/melancholy records, menjelaskan alasannya merilis mini album terbaru PENs+. Sebelumnya mini album milik grup band yang berbasis di Tokyo ini, telah lebih dulu dirilis secara nasional oleh Walk Records pada 2 Desember kemarin. Rencananya juga sebuah label rekaman asal Amerika Serikat, Lauren Records, akan merilisnya dalam format piringan hitam 12".

inki/melancholy records sendiri merupakan label rekaman yang memfokuskan diri pada musik Jepang yang berkualitas. Sebelumnya mereka telah merilis debut mini album dari cetow, unit post rock Tokyo, bertajuk Normal Temperature pada April 2015 lalu. (AL)

Sabtu, 05 Desember 2015

#review | Silampukau "Dosa, Kota, dan Kenangan", CD (Moso'Iki Records, 2015)

Perkenalan dengan Silampukau adalah suatu kebetulan pun keberkahan untuk saya. Sebuah artikel di salah satu fanzine lokal, Another Space, menyatut nama duo Surabaya ini sebagai band yang perlu didengar, yang kemudian membuat saya terkesima. Ketika itu sekitar pertengahan 2013, jika tidak salah, dan Silampukau sudah berstatus bubar dengan meninggalkan jejak rekam mini album Sementara Ini yang dirilis pada 2009.

Ketika itu saya cukup merasa kesal, karena telat mengetahui mereka. Namun selang beberapa tahun kemudian, tepatnya Agustus 2014, SUB/SIDE merilis ulang mini album mereka melalui ayorek.org. Yang kemudian menjadi pertanda bahwa Silampukau akan bangkit kembali. Benar saja, selang setahun kemudian, mereka hadir dengan album penuh bertajuk Dosa, Kota, dan Kenangan.

Pada album penuhnya tersebut mereka tampil dengan musik yang lebih ramai, tidak hanya mengandalkan gitar kopong semata, namun tidak menjauhkan mereka dari kesan sederhana. Yang tak kalah penting adalah mereka masih mempertahankan gaya penulisan lirik yang bersahaja: pemilihan kata yang tak sukar dipahami dan tema yang dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia khususnya Surabaya.

Saya menahan senyum malu ketika mendengar trek "Lagu Rantau", sebab memiliki kesamaan emosional dengan muatan liriknya. Lalu "Doa 1", sebuah tembang yang bercerita tentang tanggung jawab seorang anak kepada ibu nya juga pada dirinya sendiri, dikemas dalam cerita yang jenaka. Simaklah Silampukau dalam menceritakan lokasi prostitusi termasyhur Dolly pada trek "Si Pelanggan", yang saya taksir sebagai bentuk dukungan moral pasca penutupan lokalisasi tersebut. Kemudian ada "Bola Raya" yang berkisah tentang permainan sepak bola juga menyinggung soal pembangunan, sebuah lagu kritik yang halus pun mengena. Ada juga trek "Sang Juragan" yang tak kalah jenaka-nya, menceritakan kehidupan seorang penjual minuman keras. Total ada sepuluh lagu yang mereka sajikan pada album penuh ini.

Mendengarkan Silampukau saya merasa mendengarkan musik folk yang dulu pernah saya dapatkan dari Iwan Fals. Silampukau tampil manis namun tidak lemah, dalam arti mereka tidak gandrung mabuk dengan tema asmara yang bahkan dibanjiri kata-kata puitis nan sukar dipahami.

Mengutip perkataan Arlo Guthrie bahwa "Folk music is music that everyday people can play, and it inspired a lot of people to make their own music." Lalu saya pikir, sudah saatnya para pemuda mengulik lagu-lagu Silampukau untuk dinyanyikan sebagai teman nongkrong disela-sela padatnya pemukiman dan sudut gang. Setidaknya pemuda tongkrongan hari ini, punya pilihan lagu selain tembang hits Iwan Fals dan Slank. (AL)

Gawking Geek Music: Ajang Tukar Lagu Saturday Night Karaoke dan Aggi

Penampilan SNK di Jakarta.
Photo by Prabu doc.
Trio pop punk Bandung, Saturday Night Karaoke (SNK) berencana saling tukar lagu dengan kuartet twee-pop Jakarta, Aggi. Di mana nantinya SNK akan membawakan lagu "Spill My Blood" sedangkan Aggi dengan "Indie Rock 101 : How To Melt A Hipster In Less Than 10 Minutes".

Proyek tukar lagu ini adalah bagian dari split album mereka yang bertajuk Gawking Geek Music, yang akan rilis pada Januari 2016 mendatang melalui label Rizkan Records. Dengan total enam lagu, album split tersebut rencananya akan dirilis dalam format kaset dengan disertai kupon bebas unduh untuk mendapatkan versi digitalnya.

Bagi kalian yang menggemari Descendents, The Riverdales, Martha, Milk Crime, The Spook School, etc, perlu rasanya menantikan rilisan ini. (AL)

Jumat, 04 Desember 2015

Malem Gitar: Kumpulnya Para Gitaris Hardcore Punk Depok

Zam ketika sedang beraksi bersama CBA.
Photo by Zam doc.
Tiga orang gitaris hardcore-punk kota Depok yakni Zam (CBA), Giring (LOA), dan Ali Akbar (ex-Real Project & Straight Answer), berinisiatif untuk mengadakan Malem Gitar: Gila Sebentar yakni sebuah diskusi seputar gitar yang akan berlangsung di Edisan Cafe pada 08 Desember mendatang. Acara ini berawal dari ketiganya yang sering bertukar informasi seputar alat yang digunakan ketika manggung, harga alat, dan karakter sound masing-masing.

"Hal yang terakhir, sering bersinggungan juga dengan bagaimana sound kita tetap maksimal ditengah seringnya seorang gitaris bercumbu dengan ampli gitar yang maaf, kurang layak tempur," ujar Ali Akbar.

Selain itu, Ali menambahkan, perkembangan yang cukup signifikan terhadap skena hardcore/punk di kota Depok dan semakin banyaknya band yang bermunculan juga mempengaruhi terselenggaranya Malem Gitar ini.

"Menjadi sangat ideal apabila dikonversikan menjadi sebuah acara real yaitu sebuah malam berkumpulnya para gitaris (mungkin nanti akan ada Bassist night?) membahas secara santai tentang kebutuhan akan perlengkapan teknis untuk perform di sebuah panggung."

Acara Malem Gitar ini, tidak hanya diisi oleh mereka bertiga, turut serta Pradit (Limerence) dan Alee (Owner dari Amtech Handwired). Yang secara bergantian akan mempresentasikan mengenai alat yang digunakan ketika manggung dan bagaimana cara memaksimalkannya. Acara ini tidak hanya diperuntukan untuk para gitaris hardcore/punk saja, namun kepada masyarakat umum yang memiliki rasa ingin tau.

"Dan akhirnya, objektif dari event ini adalah banyaknya orang yang mendapatkan masukan-masukan bermanfaat tentang bagaimana mendapatkan karakter gitar yang khas (sesuai kebutuhan) dan lebih berani ber-eksplore dan menabung tentunya," tutupnya. (AL)