Menghilang begitu saja dan kemudian muncul kembali dengan amunisi yang baru serta nuansa yang sedikit berbeda dari sebelumnya. Konflik yang sekarang adalah grup musik punk rock yang masih tetap cepat, agresif, namun totally wise. Bisa dilihat dari bagaimana cara Arie bassis yang merangkap sebagai vokalis menulis lirik untuk bandnya ini. Pemilihan tema yang mayoritas menceritakan tentang dinamika sosial dan keluarga menjadi fokusnya. Tak ada lagi tema lirik super nyeleneh seperti “Kucing Belang” atau tema percintaan super klise ala “Nova” dan “Epilog” yang terdapat pada album pertama mereka “4 Sehat 5 Sempurna”. Wajar saja tiga dari empat personil Konflik: Arie, gitaris Jovie, dan gitaris Deden, sudah bukan lagi dapat dikategorikan remaja terkecuali drummer mereka, Aca, yang baru lulus sekolah menengah dua tahun lalu. Semakin dewasa, maka semakin bijak pula mereka dalam memandang dunia dengan beragam konflik didalamnya.
Untuk urusan musikalitas, bisa dibilang Konflik adalah band yang masih bertenaga. Masuknya Aca menggantikan Rexa pada medio 2011 ternyata mampu menjadi motor bertenaga kuda dibalik drumset Konflik. Seperti yang tertulis pada paragraf diatas, Konflik masih meliki sisi agresif meski tidak se-liar waktu mereka merekontruksi lagu-lagu Stupidity. Namun mustahil para pendengar tidak terangsan untuk pogo ketika menyaksikan mereka secara live. Kembalinya Arie dalam memegang kendali lead vokal di album ini turut pula mengubah atmosfer Konflik menjadi lebih bijak dalam penyampaian pesan sekaligus keluar dari bayang-bayang vokalis terdahulu, Endang, yang berkarakter childish.
Kehadiran kembali sang veteran punk rock ke ranah underground lokal, ditaksir mampu mengobati kerinduan kita (ataupun jika boleh berharap lebih mengembalikan) akan kejayaan punk rock/melodic punk pada dekade awal 2000-an silam. Serta sedikit bernostalgia saat Balai Rakyat Depok II dan Dejavu Café masih sedang memanasnya. (AL)
Cakepppp banget nih fi artikelnya ;)
BalasHapus