Sekitar tahun 2007 di Depok, khususnya di SMP gua, sedang demamnya trend punk rock atau sering disebut melodic punk kala itu. Beberapa teman hampir setiap akhir pekan selalu mendatangi gigs yang pada saat itu marak diadakan di Balai Rakayat Depok 2 ataupun Parkit Dejavu. Imbasnya, beberapa teman gua ini akhirnya ada yang membentuk band melodic punk dengan kiblat ke Blink 182, Rocket Rockers, Speak Up, ataupun band-band yang ada di kompilasian Berpacu Dalam Melodik.
Menjadi anak melodic adalah suatu hal yang membanggakan. Apalagi kalau lo seorang cowok, sering ikut basis ribut, dan ditambah selera musik lo melodic punk. Tak bisa dipungkiri hal ini menambah sekian persen aura keren dalam diri setiap orang yang menganutnya ketika itu.
Ketika trend melodic punk ini menjamur di sekolah, gua terbilang yang telat tau. Ketika itu masih asyik dengan debut albumnya Peterpan dan Sheila on 7. Seperti anak remaja ketika itu pada umumnya, gua pun ingin terlihat keren, terutama di mata lawan jenis. Mulailah mendengarkan beberapa band seperti Green Day, Nofx, Mxpx, Not Available, dan untuk lokalnya seorang teman sebangku merekomendasikan gua band-band seperti Stupidity, Konflik, Endank Soekamtie, Kuro, juga Rocket Rockers. Dari teman gua itu pula, akhirnya gua diperkenalkan oleh jenis punk rock dengan muatan lirik yang lebih bernuansa sosial politik seperti Sosial Sosial, Marjinal, Bunga Hitam, dan Silly Riot. Gua pun mulai sering ikut-ikutan datang ke gigs, berharap dapat stiker band yang manggung dan stempel tanda masuk acara yang kemudian hari Seninnya bisa gua pamerkan di kelas.