Tampilkan postingan dengan label Esay. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Esay. Tampilkan semua postingan

Rabu, 14 Mei 2014

Kriminalisme Mawas

Kolase oleh B//A
Boleh dikata ini kali pertamanya saya begitu dekat dengan dunia kriminal; dimana kekerasan dari beragam motif dan permasalahan ekonomi dapat tersalurkan. Sebelumnya tidak pernah seintim ini. Sebelumnya laku kriminal yang saya kenal hanya sebatas mengutil dari toko-toko besar,vandalisme, perkelahian massal, internet carding…mencuri saya lakukan jikalau ada kesempatan saja. Mabuk-mabukan tidak saya cantumkan disini, karena telah ada pemisahan perbedaan klasifikasi hukuman antara kriminal murni dan narkotika.

Barangkali daftar tersebut lebih pantas disebut kenakalan daripada kriminalisme, karena disini saya banyak bertemu dengan teman sepenjara yang menjadikan kriminalisme sebagai lahan penghasilan tetap. Mencuri, bagi mereka bukan lagi hanya agar dapat menyambung hidup atau beralasan klasik mengidap penyakit klepto, apalagi salah pergaulan. Mencuri adalah pekerjaanm ereka. Kriminalisme adalah pilihan mereka. Meski harus menghadapi konsekuensi buruk. Tertangkap, dipukuli, dan dipenjara.

Entah sadar atau tidak, para kriminala ini telah melakukan tindak pemberontakan ekonomi; dimana adanya penggunaan cara terang-terangan melawan hukum dan adanya unsur balas dendam terhadap kelas penguasa, dalam hal ini orang kaya. Namun sayangnya, kegiatan kriminal yang dilakukan oleh para pemberontak ekonomi tersebut tidak dilakukan berdasar kemawasan lebih dalam terhadap kaitan keberadaan kriminalisme dengan kondisi sosial. Karena tidaklah bisa dipungkiri, pemberontakan ekonomi ada dengan hadirnya desakan sistem ekonomi, maka kriminalisme semacam ini hanyalah sebagai jalan demi pemenuhan kebutuhan hidup. Pencuri adalah sebutan oleh kelas penguasa pada mereka yang hidup secara parasit dari penghasilan kelas produktif.

Keadaan para pelaku kriminal yang bisa bebas berkeliaran melakukan kejahatan selalu dijadikan argumen oleh kelas penguasa sebagai pembenaran, bahwa dibutuhkannya keberadaan pemerintah agar dapat secara efektif menghasilkan sekaligus melaksanakan hukum untuk mengendalikan tingkah laku masyarakat, dan perangkat aparatnya bisa menghukum para pelanggar. Pembenaran semacam ini dapat pula menumbuhkembangkan kontrol pemerintah pada beragam aspek kehidupan bermasyarakat. Untuk itulah hukum dibuat. Agar bisa mempertahankan kekuasaan dan melindungi aset-aset kelas penguasa. Penegak hukum, dari polisi hingga departemen kehakiman dan institusi penjara, dibayar oleh pajak orang-orang kaya. Terlihat jelas kepada siapa hukum berpihak.

Kriminalisme adalah satu dari beragam cara pemenuhan hasrat pernyataan eksistensial dalam bentuk kebebasan yang mendasar, kebebasan individu. Para pemilih jalan kriminal sadar bahwa keberadaan mereka ditolak oleh moral masyarakat. Karyawan yang merampok harta majikan diposisikan sebagai orang yang teramat bersalah dan pantas diberi hukuman seberat-beratnya, sedangkan penghisapan tenaga penghidupan oleh sang majikan dengan upah minim hanya dianggap sebagai suatu kekejaman hidup yang tak bisa dihindari. Perampokan terhadap para kaum borjuis (orang kaya dari hasil penderitaan orang lain) merupakan sebuah bentuk tindak
pembalasan dendam dari kelas tertindas.

Kriminalisme yang mawas menggunakan kriminalitas sebagai jalan hidup dan meninggalkan cara-cara etis. Kriminalisme yang mawas tidakmenunggu datangnya desakan kebutuhan ekonomi untuk bertindak, mereka menghancurkan ekonomi terlebih dahulu. Target mereka hanyalah kelas penguasa, karena mereka tak membiarkan individu dikuasai dan dieksploitasi oleh individu lainnya. Kriminalisme yang mawas menolak sistem penjara sosial dalam konsep moral masyarakat. Karena bagi mereka tidak ada alasan logis untuk membiarkan kuasa manapun diatas kuasa dirinya sendiri dan untuk tidak menempatkan tuntutan apapun sebelum kebahagiaan dirinya tercapai. Kriminalisme yang mawas memenuhi hasrat nyata pengabolisian penguasa.

Salah satu contoh kelompok pelaku kriminalisme mawas ialah Les Travaillers de la Nuit, Para Pekerja Malam. Kelompok radikal dari Prancis ini adalah asosiasi lepas yang terdiri dari para individualis yang menyadari dirinya sebagai ‘parasit masyarakat’.Target rampokan mereka adalah para majikan, hakim, kaum elit militer, dan orang-orang kaya yang korup. Persentase keseluruhan hasil perampokan diperuntukkan bagi pergerakan anarkis dan perjuangan rakyat. Mereka menerapkan metoda tanpa kekerasan, yang bisa dilanggar hanya untuk mempertahankan diri atau demi kemerdekaan. Kelompok ini menggunakan kostum sebagai penyamaran identitas atau sebagai keanonimusan mereka. Mereka mengembangkan berbagai teknik untuk memasuki rumah dan membongkar kunci secara diam-diam. Aksi perampokan mereka tidak sedikit yang disudahi dengan membakar rumah yang telah dirampok, hanya karena penghuni rumah berusaha melawan dan mempertahankan harta juga aset mereka. Kelompok ini menyebut diri mereka Anarkis Ilegalis.

Tidaklah perlu untuk menjadi seperti Robin Hood yang membagi-bagikan hasil rampokan kepada masyarakat. Karena masyarakat telah dibentuk oleh pemerintah untuk menolak keberadaan kriminalis. Kriminalisme bisa dijadikan sebagai salah satu metode untuk menyerang kaum penguasa yang telah mencuri kehidupan kita. Rebutlah kembali kendali kehidupan tepat dari telapak tangan rakus penguasa. Balaslah kesumat dendam dan sakit hati pada mereka yang menciptakan kesenjangan ini. Balaslah dengan cinta dan amarah, sepenuh hati.


B//A*, Cebongan 2012

*Penulis adalah gitaris dari band d-beat Kontrasosial.

Minggu, 13 April 2014

Interpretasi Publik Umum Terhadap Queercore

Photo taken from chicanopunk
Queercore atau juga biasa disebut Homocore murupakan suatu gerakan budaya sosial yang dimulai pada pertengahan 1980-an sebagai subkultur musik perlawanan bawah tanah. Queercore merupakan gerakan generalisasi terhadap kaum minoritas, khususnya masyarakat gay, biseksual, lesbian dan transgender. Queercore tidak mau disebut orang yang punya penyakit psikologi, mereka tidak ingin dibedakan oleh masyarakat dominan, dan mereka tidak mau di pandang sebelah mata dengan perspektif negatif. Queercore mengekspresikan dirinya dalam ideologi DIY melalui zine, musik, menulis, seni dan film

Sebagai sebuah genre musik, lirik mereka mengeksplorasi tema prasangka buruk terhadap isu-isu seperti identitas seksual, identitas gender dan hak-hak individu, umumnya band queercore menawarkan kritik masyarakat endemik di dalamnya. banyak band queercore berasal dari scene punk tetapi budaya musik industri juga banyak berpengaruh terhadap perkembangan queercore. Kelompok queercore mencakup banyak genre seperti punk, hardcore, synthpunk, indie rock, power pop, No Wave, noise, eksperimental, dan industrial.

Perkembangan awal terjadi ketika zine J.D.s, diciptakan oleh G.B. Jones dan Bruce LaBruce , secara luas diakui sebagai zine yang meluncurkan gerakan ini. “J.D.s dipandang untuk menjadi katalisator yang mendorong queercore menjadi ada dalam komunitas” , tulis Amy Spencer di DIY : The Rise Of Culture Lo – Fi. pada awalnya para editor J.D.s memilih sebutan “homocore” untuk menggambarkan gerakan tersebut, tetapi homo berganti menjadi “queer” untuk lebih mencerminkan keragaman mereka yang terlibat , serta untuk memisahkan diri sepenuhnya dari batas-batas gay dan lesbian ortodoksi . issue pertama dirilis pada tahun 1985, dengan manifesto berjudul “don’t be Gay” diterbitkan dalam fanzine Maximum RocknRoll. Issue pertama tersebut menjadi inspirasi di antara banyak zine lainnya, seperti Holy Titclamps, di edit oleh Larry – bob , Homocore oleh Tom Jennings dan Deke Nihilson, dan masih banyak zine lainnya. Kemunculannya me-mobilitasi keragaman seksual dan gender dalam oposisi terhadap segregasi yang dipraktekkan oleh komunitas gay, ketidakpuasan dengan budaya konsumtif , mengusulkan etos DIY untuk menciptakan budaya sendiri , dan oposisi terhadap ajaran agama yang menjadi pembatas dan represi politik .

Pada tahun 1990 , para editor J.D.s merilis kompilasi queercore pertama dalam format kaset, komposisi kompilasi di isi oleh band queercore, seperti Fifth Column , Nikki Parasite , Big Man , dan Bomb, The Apostles , Academy 23, No Brain cells, dan Gorse. Pada tahun 1990-an banyak band punk rock yang mendukung gerakan ini, untuk menuntut hak individu manusia.

Intinya kaum gay, lesbian, biseksual, dan transgender ingin mereka dapat diterima di masyarakat dan mendapatkan hak mereka sebagai manusia yang sama bagi kaum mayoritas! (Fajar)

Senin, 23 Januari 2012

Making Punk A Threat Again

Sebelum saya berpanjang-panjang menulis posting tak penting ini, saya nyatakan dulu satu hal yang pasti: saya seperti kawan-kawan kebanyakan, tak sepakat dengan fenomena razia, pemukulan, penggundulan dan bentuk pelecehan lainnya yang dilakukan oleh polisi syariah di Aceh. Tak ada manusia yang layak diperlakukan demikian hanya karena stigma yang datang dari penampakan dan perilaku yang tidak sesuai -konon- dengan adat/norma setempat.

Tapi ada beberapa catatan yang baiknya saya mulai dengan yang pertama; kasus ini tidak sesederhana yang media gembar-gemborkan. Ada kompleksitas tersendiri dimana sulit dipahami oleh awam yang tidak sempat berada di dalam scene punk dimanapun. Tidak juga oleh Propagandhi atau Rancid yang memberikan pernyataan mereka. Indikator sederhananya sebut saja satu; Tidak adanya aksi solidaritas di tataran Aceh juga menimbulkan pertanyaan. Banyak faktor memang, kondisi yang tak memungkinkan misalnya. Namun dari perbincangan dengan beberapa kawan, nampaknya faktor keterasingan komunikasi dan ketidakkesepakatan atas aksi-aksi kultural komunitas lah yang menjadi penyebab.